Sebanyak tiga warga Bantul meninggal dunia karena terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD). (Foto: Ilustrasi/Ist)

BANTUL, iNews.id- Selama 2022, sebanyak tiga warga Bantul meninggal dunia karena terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD). Mereka meninggal selama periode bulan April hingga September 2022 kemarin. 

Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Masyarakat Dinas Kesehatan Bantul, Wahyu Budi Santosa mengakui kasus DBD di Kabupaten Bantul menunjukkan tren peningkatan di tahun 2022 ini. 

Hingga awal Oktober ini, pihaknya mencatat jumlah penderita DBD di Kabupaten Bantul mencapai 802.

"Dari jumlah tersebut, tiga orang di antaranya meninggal dunia. Itu yang meninggal sejak April. Dan terakhir September kemarin," ujar dia, Kamis (6/10/2022).

Menurutnya, jika dibanding dengan periode yang sama tahun 2019-2020, jumlah kasus DBD tahun ini mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Sebenarnya, duatahun selama pandemi Covid-19 tidak bisa menjadi patokan atau pembanding. 

Pasalnya, selama dua tahun pihaknya tidak mencatat adanya warga Bantul yang terjangkit DBD. Dia mengklaim bukan karena tidak mencatat namun lebih karena tidak ada laporan yang masuk. Kala itu, masyarakat enggan memeriksakan diri ke Faskes.

"Perbandingannya jadi dua kali lipat kalau dibanding tahun lalu. Karena memang tahun lalu tidak ada catatan penderita DBD," kata lelaki yang akrab dipanggil Oki ini.

Menurutnya untuk membandingkan adalah jumlah kasus di tahun 2018. Di mana tahun ini jumlahnya hampir sama dengan periode yang sama tahun 2018 yang lalu. Namun kala itu jumlah kematiannya lebih rendah yaitu hanya 1 kasus di tahun 2018 tersebut.

Dia mengungkapkan untuk wilayah endemisnya memang masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Yaitu Kapanewon Sewon, Banguntapan, Kasihan, Bambanglipuro dan Bantul. Wilayah tersebut juga memiliki jumlah penduduk lebih banyak dibanding Kapanewon lain.

Dia menerangkan Bantul sendiri pernah mencatat ledakan kasus DBD di wilayah mereka. Ledakan tersebut terjadi di tahun 2016  di mana ada 2.442 orang warga Bantul yang terjangkit DBD, dengan angka kematiannya 4.orang. "Angka kematian 0,12 persen saat itu," ujarnya. 

Oki menjelaskan untuk kematian yang terjadi tahun ini, berdasarkan kesimpulan dari audit yang mereka lakukan ternyata penyebab kematian pasien DBD tahun ini karena keterlambatan merujuk dari keluarga bukan dari faskes. Di mana pasien dibawa ke rumah sakit atau faskes sudah taraf masa kritis.

"Agar tidak terulang, kami berupaya mengajak PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dan mulai menerapkan tehnologi Aedes wolbacia,"ujar dia 

Dan untuk mencegah kasus DBD terhadap seorang pasien menjadi lebih berat kini semua Puskesmas sudah dibekali dengan laboratorium yang bisa digunakan untuk  mendeteksi lebih awal DBD. Di samping itu di rumah sakit rujukan yang ada ICU yang ditujukan khusus anak-anak di bawah bayi dan anak yang lebih tua 

Hanya saja Oki menyebut, permasalahan yang kini mereka hadapi adalah tren masyarakat yang kembali ke tren sebelum tahun 2016. Di mana  kewaspadaan masyarakat sudah menurun dilihat dari minat masyarakat untuk lebih cepat memeriksakan diri agak turun.

"Kemungkinan takut divonis Covid dan abai juga. Jadi mereka enggan memeriksakan diri," kata dia. 


Editor : Ainun Najib

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network