SLEMAN, iNews.id – Ratusan pengungsi yang tinggal di barak pengungsian Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan, Slemang kembali ke rumahnya. Kini mayoritas pengungsi yang bertahan hanya lansia dan anak-anak.
“Jumlahnya terus berkurang, banyak yang pulang ke rumahnya,” kata Panewu Cangkringan, Suparmono, Senin (18/1/2021).
Data di Pusdalops Sleman, jumlaha pengungsi di Sleman pada Minggu (10/1/2021) mencapai 300 orang. Jumlah ini terus berkurang dan pada Minggu (17/1/2021) tinggal 187 orang.
Suparmono mengatakan, pengungsi ini memilih kembali ke rumahnya karena ada potensi perubahan bahaya. Sesuai keterangan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi dan Geologi (BPPTKG), potensi awan panas dan lava pijar mengarah ke arah barat daya. Potensi guguran mengarah ke Sungai Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng dan Putih sejauh 5 kilometer (km) dan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif sejauh 3 km dari puncak.
Sementara warga Kalitengah, Glagaharjo ini berada di sisi tenggara dengan hulu Sungai Krasak. Warga juga sudah cukup berpengalaman terhadap kondisi Merapi. Semakin banyak Gunung merapi mengeluarkan lelehan lava pijar, menjadikan potensi semakin kecil.
“Yang pulang kebanyakan yaang dewasa, kalau yang masuk kelompok rentan anak-anak atau lansia tetap di pengungsian,” katanya.
Warga Kalitengah Lor tersebut harus mengungsi, karena jaraknya kurang dari 5 kilometer (km) dari puncak Merapi. Sesuai rekomendasi BPPTKG dengan status Merapi level III (siaga) radius aman pada jarak 5 km, sehingga warga yang bermukin kurang dari 5 km harus diungsikan. Khususnya bagi kelompok rentan seperti lanisa, ibu menyusui, ibu hamil, balita, bayi, anak-anak dan disabilitas. Mereka mulai mengungsi 7 November 2020, atau dua hari setelah BPPTKG menaikan status Merapi dari level II (waspada) ke level III (siaga) 5 November 2020.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait