Gelar Budaya Sastra Ngajeni di Lembah Desa Pulutan Gunungkidul, Minggu (29/1/2023) malam. (Foto : istimewa)

GUNUNGKIDUL, iNews.id- Budayawan dan anggota DPRD DIY mengingatkan pentingnya kembali menghidupkan filosofi ngajeni dalam kehidupan saat ini. Filosofi Jawa ini sangat penting dalam menjaga kerukunan.

Anggota DPRD DIY, Imam Taufik memaparkan tentang makna ngajeni yaitu ngapurancang yang berarti  bersikap sopan. Selalu mengacungkan jempol yang berarti baik atau bagus dan juga berarti injih atau sering diartikan  tidak suka membangkang. 

"Ngajeni juga berari  kemampun diri untuk menghargai orang lain hormat kepada yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda,"ujar dia dalam Gelar Budaya Sastra Ngajeni di Lembah Desa Pulutan Gunungkidul, Minggu (29/1/2023) malam.

Menurutnya, menjadi orang Jawa harus bisa menghormati orang lain atau istilah Jawa ngajeni wong liyo. Di mana keberadaan orang lain bagi orang Jawa itu menjadi penting dan keberadaanya harus dihormati agar hidupnya bisa selaras dan diterima oleh masyarakat sekitar.

 Sikap hidup orang Jawa seperti sikap sopan, menghormati orang tua dan menghormati orang lebih tua. Namun kenyataanya orang Jawa modern sudah jarang memakai bahasa krama dengan orang tuanya atau orang yang lebih tua. 

"Anak kecil diajari bahasa Indonesia dengan orangtuanya, jadi sejak kecil dia tidak akan pernah tahu yang namanya tatakrama berbahasa dengan orang yang lebih tua bahkan orang tuanya,"ujarnya.

Terlebih masyarakat yang hidup di daerah perkotaan mayoritas mereka ber kominikasi menggunakan bahasa Indonesia sedangkan di daerah di perdesaan masih banyak yang menggunakan bahasa "krama" walaupun sebagian juga telah terpengaruh budaya di daerah perkotaan.

Pemuda yang kurang menghargai antar sesama manusia, sikap menghormati, sopan santun kepada orang yang lebih tua dan empati kepada yang menderita dinilai telah menipis. Contohnya yang sering dijumpai adalah membiarkan orang tua, perempuan hamil atau ibu yang sedang menggendong anaknya berdiri.

"Bahkan sekarang ada pemuda yang justru menyuruh ibunya menjadi 'pengemis online' dengan mandi lumpur melalui tiktok. Ini menyedihkan," kata dia.

Selain itu teknologi yang semakin pesat ini tak pelak mengakibatkan hilangnya ruang privasi remaja dan kesadaran interaksi secara langsung dengan orang lain. Mereka senang mengekspos kepribadiannya di media sosial, mencoba untuk menunjukkan jati dirinya, dan mudah terbawa arus trend teknologi yang berkembang kian capat.

Budayawan asal Semanu Gunungkidul,  Ki Wahyu Setiawan mengatakan Sing sapa ngajeni mring wong liya uripe bakal kajen artinya siapa yang menghormati orang lain maka bakal terhormat. Di era sekarang ini perlu menghidipkan kembali budaya ngajeni dengan saling sapa aruh atau tegur sapa  saling hormat menghormati dalam kehidupan masyarakat. "Sikap ini akan berdampak  kerukunan dan kedamaian dalam masyarakat,"ujarnya.

Gelar Budaya Sastra Ngajeni ini sendiri digagas oleh LSBO PDM Gunungkidul kerjasama dengan JSI Kamilasyada. Kegiatan selain diisi dengan ceramah dan puisi, juga dimeriahkan dengan lantunan musik dengan lirik lirik Islami membersamai para pungunjung dalam menikmati destinasi wisata keluarga yg baru viral yaitu Lembah Desa Pulutan.

Selain  lantunan lagu lagu islami juga disuguhkan geguritan  atau puisi jawa baru oleh seniman oleh Ki Wahyu Setiawandengan judul Pagebluk Tanda Tresna. Kegiatan ini juga diselingi dengan donasi dari pengunjung dan hasilnya diserahkan ke pihak pengelola Lembah Desa untuk membantu pembangunan mushola.


Editor : Ainun Najib

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network