KULONPROGO, iNews.id - Seorang warga penolak bandara baru Yogyakarta (New Yogyakarta International Airport/NYIA), Sumiyo (56) nekat memanjat dan bertahan di atap genteng rumahnya di Dusun Sidorejo, Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kulonprogo, Jumat (20/7/2018).
Langkah itu dilakukan agar rumah yang dia bangun dengan hasil keringat dari bertani tidak dirobohkan petugas. Namun upaya ini tetap sia-sia karena petugas tetap merobohkan rumahnya. Langkah Sumiyo mempertahankan tanah dan bangunan rumah ini dilakukan ketika petugas dari PT Angkasa Pura (AP) I Yogyakarta dengan pengamanan dari anggota TNI/Polri dan Satpol PP merobohkan rumah-rumah warga yang menolak proyek bandara.
Sebelum petugas membacakan maklumat putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, Sumiyo memanjat ke atap rumahnya menggunakan tangga. Di atap genteng, dia bertahan dengan berpegangan pada tiang listrik yang aliran listriknya sudah diputus PLN. Dia bertahan di atas dan menolak turun. Dia hanya diam dan terus berdoa memohon pertolongan dari Sang Khalik.
Petugas yang akan melakukan eksekusi untuk merobohkan rumah pun dibuat kesulitan. Beberapa kali dibujuk untuk turun, Sumiyo bergeming dan bertahan di atap rumahnya.
Petugas terpaksa menyusul naik ke atas untuk membujuk agar Sumiyo turun. Satu, dua petugas Satpol PP yang naik tidak mampu membujuk untuk turun. Hingga akhirnya dipaksa, dengan menambah petugas Satpol PP dan polisi. Sumiyo baru berhasil dievakuasi dari atap rumahnya menggunakan ujung backhoe.
Begitu sampai Sumiyo langsung diamankan oleh petugas. Namun warga penolak meminta agar Miyo diserahkan kepada mereka. "Ini sangat dramatis, alhamdullilah bisa turun," ucap Kapolres Kulonprogo AKBP Anggara Nasution.
Menurut Kapolres, untuk mengamankan pengosongan lahan bandara Polres Kulonprogo menerjunkan sekitar 700 personel gabungan dari TNI Polri dan Satpol PP. Mereka juga dibantu relawan yang bertugas membantu mengemasi barang-barang milik warga. "Wajar ada sedikit panas dan gesekan, tapi semuanya tetap kondusif," kata Anggara.
Kapolres menuturkan, petugas keamanan menghalau dua aktivis yang menggangu proses land clearing agar menjauh dan tidak menghalangi pekerjaan.
Pada hari kedua ini, upaya warga yang menolak pengosongan rumah cenderung lebih landai. Warga sudah tidak mampu lagi berbuat banyak untuk mempertahankan rumah. Bahkan ada sebagian yang sudah siap dan mengemasi barang-barang untuk dipindah.
Bahkan ada yang minta agar kusen pintu dan jendela serta genteng untuk dilepas terlebih dulu. "Kita penuhi warga yang minta kusen dan genteng. Malah juga kita antar ke tujuan," kata Project Manager Pembangunan NYIA, Sujiastono.
Warga lainnya, Fajar Ahmadi mengaku belum tahu akan tinggal di mana. Dia dan warga lainnya menolak rumah kontrakan yang disiapkan oleh Angkasa Pura. "Tidak tahu nanti di mana (tinggal). Ini adalah tanah kami. Kami ada sertifikat," tandasnya.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait