BANTUL, iNews.id - Permaisuri Keraton Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengaku khawatir dengan adanya intoleransi di Kabupaten Bantul. Bukan tanpa alasan, kekhawatiran ini muncul lantaran akan digelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020.
Terlebih, kata Hemas, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan sehingga menimbulkan kontroversi di masyarakat. Yang dimaksud Hemas adalah adanya aturan bupati yang mengikat orang dalam beribadah seperti kasus pembubaran upacara piodalan di Dusun Mangir Lor, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupten Bantul, Yogyakarta. Kondisi ini dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap politik.
"Di Bantul ini ada beberapa kejadian yang kurang nyaman terkait intoleransi,” kata GKR Hemas di KPU Bantul, Rabu (18/12/2019).
Hemas ingin masalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Sehingga, ketika Pilkada 2020 digelar, tidak menjadi insiden buruk di Yogyakarta. Dia meminta agar semua pihak seperti Polri, TNI dan stakeholder terkait bisa meminimalisir serta menjaga keamanan selama Pilkada 2020.
“Dulu Bantul itu adem ayem, sebelum pilkada harus diantisipasi agar tetap ayem tentrem,” ujar Hemas.
Hemas juga tidak akan mempermasalahkan siapun calon kepala daerah yang nantinya akan terpilih. Namun aturan yang ada harus dibuat senyaman mungkin bagi masyarakat dan rakyat agar bisa nyaman hidup berdampingan.
"Saya yakin permasalah itu bisa diatasi dengan baik seperti harapan dari Ketua KPU Bantul bagaimana dalam pemilihan umum bisa berjalan dengan lancar,” harap Hemas.
Ketua KPU Bantul, Didik Joko Nugroho mengatakan partisipasi masyarakat dalam pilpres ataupun pemilu kemarin cukup bagus. Bahkan dengan partisipasi mencapai 91 persen, menjadi yang tertinggi di wilayah DIY.
"Secara kuantitas sudah sangat baik namun dalam hal kualitas yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi KPU Bantul," katanya.
Editor : Nur Ichsan Yuniarto
Artikel Terkait