Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Prof Koentjoro tak sependapat soal pengangkatan profesor kehormatan. (Dok. UGM)

YOGYAKARTA, iNews.id-Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro tak sependapat soal pengangkatan profesor kehormatan. Dia menyebut profesor adalah jabatan akademik bukan gelar akademik yang bisa melekat seumur hidup.

Prof Koentjoro justru mengusulkan agar batas usia pensiun seorang profesor sebaiknya diperpanjang. "Hormatilah dosen-dosen karena banyak di mana-mana terjadi usia pensiun profesor diperpanjang kalau misalkan memang kebutuhannya memenuhi. Bukan didatangkan dari praktisi karena mereka (praktisi) kan tidak punya pengalaman mengajar," ujar Koentjorodi Yogyakarta, Jumat (17/2/2023).

Ketua Komisi III Dewan Guru Besar UGM ini menyebut tak kurang 295 guru besar di UGM bakal memasuki masa pensiun pada 2025 mendatang.

"Meski jumlah guru besar atau profesor di UGM akan banyak berkurang, saya tidak sepakat jika jabatan itu nantinya diisi dari kalangan nonakademik atau pejabat publik yang diangkat sebagai profesor kehormatan," ujarnya.

Prof Koentjoro menyebut profesor adalah jabatan akademik dan bukan gelar akademik seperti sarjana atau doktor yang bisa melekat sepanjang hidup.

"Profesor bukan gelar. Profesor itu adalah jabatan fungsional yang diraih dosen dengan tertatih-tatih," ucapnya.

Agar bisa menduduki jabatan akademik tertinggi itu, menurutnya para dosen harus melalui tahapan panjang mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga profesor.

"Seorang pengajar atau dosen juga harus mengumpulkan kum penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pengajaran," ucapnya.

Tak hanya itu, untuk menempuh jenjang pendidikan S3 sebagai syarat dosen dapat mengajukan kenaikan pangkat sebagai profesor juga tidak mudah.

Prof Koentjoro menyebut saking susahnya menempuh jenjang S3, salah satu rekannya di Forum Dewan Guru Besar Indonesia ada yang selama enam tahun menyandang jabatan itu belum mendapat kesempatan menguji disertasi.

"Pak saya sudah enam tahun menjadi guru besar belum pernah menguji S3, membimbing S3 karena saking susahnya untuk S3," kata Koentjoro menirukan keluhan rekannya.

Hal yang sama diungkapkan Prof Djanianton Damanik yang juga Guru Besar UGM mengatakan bahwa ada atau tidak ada Permendikbudristek Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan Pada Perguruan Tinggi, jabatan profesor tetap tidak pantas diberikan kepada seseorang yang tidak memenuhi rekam jejak sebagai akademisi.

"Prestasi atau kinerja akademiklah yang menjadi dasar untuk jabatan guru besar atau profesor, bukan yang lain," ucap Djanianton.

Prof Koentjoro dan Prof Djanianton adalah dua dari 353 dosen UGM yang menyatakan menolak usulan pemberian gelar guru besar kehormatan kepada individu di sektor nonakademik.

Surat tertanggal 22 Desember 2022 itu ditujukan kepada Rektor UGM serta ketua, sekretaris, ketua-ketua Komisi, dan anggota Senat Akademik UGM.

UGM sebelumnya menyebut tengah melakukan kajian akademik terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada perguruan tinggi.

Ketua Tim Kajian Regulasi Profesor Kehormatan UGM Dr Andi Sandi Antonius mengaku peraturan itu memang mendapat tanggapan beragam dari dosen UGM.

"Kajian ini untuk mendudukkan pemberian profesor kehormatan dengan prudent (bijaksana) sehingga marwah UGM sebagai lembaga pendidikan tinggi tetap terjaga," ucap Andi Sandi.

Sekretaris Rektor UGM Wirastuti Widyatmanti menekankan bahwa di UGM setiap pandangan akan dihargai dan dihormati.


Editor : Ainun Najib

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network