JAKARTA, iNews.id - Tragedi paling mematikan di dunia mengakibatkan jutaan orang tewas. Kasus pembantaian ini terjadi pada masa sebelum, saat, hingga pasca-Perang Dunia.
Umumnya tragedi ini dikategorikan genosida atau pembersihan etnis. Umat Islam juga menjadi korban dalam kejadian ini.
Tragedi ini dipicu berbagai latar belakang, selain faktor suku atau ras, alasan lain adalah penguasaan atas wilayah dan politik.
Nah, berikut 5 tragedi paling mematikan di dunia:
1. Holocaust
Berbagai catatan sejarah memasukkan Holocaust, pembantaian yang dilakukan Nazi Jerman terhadap Yahudi di Eropa, sebagai tragedi paling mematikan. Diperkirakan jumlah korbannya antara 4,2 juta hingga 7 juta orang yang berlangsung antara 1941 hingga 1945. Jumlah itu setara dua per tiga populasi Yahudi di Eropa.
Metode pembunuhan dilakukan dengan berbagai cara seperti ditembak secara massal, kamar gas dan van gas, serta kerja paksa.
Para korban ditahan di berbagai kamp konsentrasi, namun yang terkenal Auschwitz-Birkenau di Polandia. Kamp lainnya adalah Belzec, Chelmno, Majdanek, Sobibor, dan Treblinka yang juga berada di Polandia. Saat itu Nazi menguasai Polandia.
Selain penganut Yahudi, Hitler juga membantai musuh politiknya, kalangan homoseksual, masyarakat Rom, tawanan Uni Soviet, serta orang cacat atau jelek.
2. Pembantaian Kamboja
Tragedi ini terjadi di Kamboja pada 1976 setelah kelompok Khmer Merah di bawah pimpinan Sekretaris Jenderal Partai Komunis Kampuchea Pol Pot menumbangkan pemerintahan resmi Kamboja. Khmer Merah merupakan afiliasi dari Partai Komunis Kamboja yang kini menjadi Partai Demokratik Kamboja.
Pol Pot ingin secara radikal mendorong Kamboja menuju masyarakat sosialis agraris mandiri sepenuhnya. Dia memimpin Kamboja dengan sewenang-wenang. Masyarakat dituntut untuk kerja tanpa istirahat serta makan yang cukup, jika tidak akan dieksekusi. Korban tewas akibat tragedi itu mencapai 1,5 juta sampai 2 juta orang yang berlangsung antara 1975 sampai 1979.
Pol Pot dan Khmer Merah juga didukung Partai Komunis China di bawah kepemimpinan Mao Zedong. Bahkan 90 persen dari bantuan asing yang diterima Khmer Merah berasal dari Partai Komunis China.
Pada 1975 saja, bantuan ekonomi dan militer tanpa bunga datang dari China dengan jumlah setidaknya 1 miliar dolar AS.
Pada 1976, Khmer Merah berganti nama menjadi negara Demokratik Kampuchea.
3. Pembantaian Sirkasia
Pembataian etnis Sirkasia atau juga dikenal sebagai Tsitsekun dilakukan oleh orang-orang Rusia terhadap Muslim. Pembunuhan serta pengusiran massal berlangsung secara sistematis oleh kekaisaran Rusia setelah perang yang berlangsung 1863-1864.
Diperkirakan 600.000 sampai 2 juta orang tewas dalam pembantaian yang berlangsung antara 1864 hingga 1867 itu.
Mayoritas warga Sirkasia dibunuh atau diusir, namun sebagian dari mereka yang mau kembali ke pangkuan Rusia diberi wilayah yakni di rawa-rawa. Mereka mendapat status sebagai orang Rusia jika mau keluar dari keyakinan. Hanya sebagian kecil yang kembali ke Rusia, sisanya dibantai.
Pembunuhan dilakukan secara sadis menggunakan berbagai metode, salah satu yang paling brutal adalah pasukan Rusia-Cossack merobek perut perempuan hamil.
Beberapa jenderal Rusia seperti Grigory Zass menggambarkan Sirkasia sebagai kotoran serta memberi lampu hijau untuk membunuh mereka, bahkan ada yang dijadikan sebagai bahan eksperimen ilmiah serta memerkosa para perempuan.
Sir Pelgrave, seorang diplomat Inggris yang menyaksikan peristiwa itu, melaporkan pembantaian dan pengusiran juga dialami dialami Muslim di wilayah Kaukasus lainnya.
4. Pembantaian Rwanda
Pembantaian juga terjadi Rwanda, negara di Afrika. Pembersihan etnis secara brutal itu menimpa etnis Tutsi, Hutu, dan Twa pada 1994. Tragedi ini dipicu pembunuhan Juvenal Habyarimana, presiden Rwanda. Diperkirakan 490.000 sampai 800.000 warga Suku Tutsi dibantai oleh kelompok bersenjata Rwanda pendukung Habyarimana.
Selama Perang Saudara Rwanda yang berlangsung sekitar 100 hari, kelompok etnis minoritas Tutsi, Hutu, dan Twa, dibantai oleh milisi bersenjata.
Pada 1990, Front Patriotik Rwanda (RPF), kelompok pemberontak yang sebagian besar terdiri dari pengungsi Tutsi, menyerbu Rwanda utara dari pangkalan mereka di Uganda, yang menandai dimulainya Perang Saudara Rwanda.
Namun tidak ada pihak yang mendapat keuntungan selama perang, sehingga pemerintah Rwanda yang dipimpin Habyarimana menandatangani kesepakatan damai Arusha dengan RPF pada 4 Agustus 1993.
Para sejarawan menilai, genosida terhadap Tutsi telah direncanakan untuk beberapa tahun. Namun, pembunuhan Habyarimana pada 6 April 1994 menyebabkan kekosongan kekuasaan dan mengakhiri kesepakatan damai.
5. Pembantaian Dzungar
Peristiwa ini merupakan pembersihan etnis orang Dzungar Mongolia oleh pasukan Dinasti Qing dari China. Kaisar Qianlong yang saat itu menjadi penguasa Dinasti Qing memerintahkan pembantaian karena orang Dzungar, dipimpin Amursana, memberontak pada 1755.
Pembantaian dilakukan di bawah pimpinan Jenderal Manchu yang dikirim untuk menghancurkan Dzungar. Manchu mendapat dukungan dari etnis Uighur yang juga sedang berperang melawan Dzungar.
Dzungar Khanate merupakan konfederasi beberapa suku Budha Oirat Mongol Tibet yang muncul pada awal abad ke-17.
Beberapa ahli sejarah memperkirakan sekitar 80 persen dari populasi Dzungar atau sekitar 500.000 hingga 800.000 orang terbunuh. Selain pembantaian, mereka juga terbunuh akibat peperangan serta penyakit selama atau setelah penaklukan Qing pada 1755 hingga 1757.
Setelah memusnahkan penduduk asli Dzungar, pemerintahan Qing mengumpulkan kembali orang-orang Han, Hui, Uighur, dan Xibe di lahan bekas Dzungar.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait