Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum UMY saat memberikan pernyataan sikap atas kasus yang menimpa Baiq Nuril. (Foto: iNews.id/Kuntadi)

YOGYAKARTA, iNews.id – Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memandang penanganan kasus yang menimpa Baiq Nuril Maknun, belum mengedepankan perspektif gender dan hak asasi Manusia (HAM). Putusan pidana kurungan penjara lima bulan dan denda Rp500 juta justru rentan melanggengkan kekerasan terhadap perempuan.

“Upaya penegakan hukum oleh penyidik dan penuntut umum dalam menindak kasus ini nampak kurang serius,” kata Kepala PKBH UMY Heri Purwanto saat menyampaikan pernyataan sikap atas kasus Baiq Nuril di Gedung Ki Bagus Hadikusumo, Ruang Sidang Fakultas Hukum kampus terpadu UMY, Rabu (21/11/2018).

Menurutnya, putusan tindak pidana yang dijatuhkan kepada mantan pegawai tata usaha SMA Negeri 7 Mataram atas tuduhan mendistribusikan dan mentransmisikan konten kesusilaan dirasakan terlalu dini. Kasus ini belum ditangani berdasarkan perspektif gender dan HAM.

“Sikap seperti ini harus dihentikan karena akan melanggengkan praktik kekerasan terhadap perempuan. Mereka yang menjadi korban semakin enggan untuk melaporkan dan memperjuangkan kasus serta hak-nya,” ujar Heri.


Dia menilai, aparat hukum yang menangani kasus tersebut perlu melakukan pengkajian secara mendalam. Seperti dalam hal menentukan tindakan Baiq Nuril yang merekam telepon dari M untuk bukti dirinya merasa mengalami pelecehan seksual. Fakta ini seharusnya dipakai untuk membela diri. Namun tindakan yang dilakukan M justru memunculkan rumor jika korban menjalin hubungan dengannya.

“Dalam hal ini, tentu Baiq Nuril mengalami penderitaan psikologis," ucapnya.

Peneliti dan Dekan Fakultas Hukum UMY Trisno Raharjo mengatakan, aparat hukum harus melakukan pembelajaran yang baik dalam menyikapi kasus serupa. PKBH UMY melihat persoalan ini bukan semata-mata menyoal putusan MK saja. Namun juga terkait proses penanganan yang dilakukan penegak hukum.

“Kami ingin menegaskan, ketika ada kasus-kasus yang berhubungan dengan perempuan, terutama yang menyangkut masalah kekerasan seksual, harus dipelajari dengan sebaik-baiknya,” kata Trisno.

Dalam beberapa kasus perempuan berhadapan dengan hukum, tidak mudah dalam menentukan pelaku dan korban. Kadang perempuan terlihat sebagai pelaku, padahal mereka merupakan korban dengan menimbang berbagai aspek yang menyebabkan kasus tersebut terjadi.

Dalam mengadili perempuan yang berhadapan dengan hukum, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya masalah kesetaraan dan stereotip gender dalam peraturan perundangan dan hukum tidak tertulis. Karena itu perlu dilakukan penafsiran atas peraturan tersebut agar dapat menjamin kesetaraan gender dalam penanganannya.

Selain itu, perlu juga menggali nilai dan kearifan lokal serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat untuk menjamin kesetaraan, pertimbangan terhadap berbagai konvensi dan perjanjian internasional.

“Kami apresiasi Kejaksaan Agung serta dukungan masyarakat untuk penundaan eksekusi terhadap terpidana merupakan sebuah putusan yang positif,” ucapnya.

Trisno berharap penasihat hukum Baiq Nuril mengajukan PK, meskipun ada jalan untuk mengajukan grasi. Begitu juga Hakim yang mengadili agar mempertimbangkan aspek perempuan saat berhadapan dengan hukum.


Editor : Donald Karouw

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network