GUNUNGKIDUL, iNews.id - Keberadaan Hutan Adat Wonosadi di Kabupaten Gunungkidul, sampai saat ini masih terjaga dari kerusakan. Terdapat 25 warga yang dipercaya menjaga hutan atau dikenal dengan Jaga Wana.
Salah satu penjaga hutan ini adalah Sri Hartini (54) warga Padukuhan Duren Kalurahan Beji Kapanewon Ngawen yang merupakan satu-satunya perempuan. Perempuan kelahiran 13 Agustus 1968 ini juga dipercaya menjadi Ketua Jaga Wana.
Selama ini hutan adat Wonosadi dipercaya sebagai hutan yang angker. Kepercayaan masyarakat tentang hukum adat, siapa menebang kayu akan berakibat kesialan masih dipegang teguh banyak warga.
"Banyak cerita dan kejadian yang mendukung hal tersebut," katanya, Kamis (21/4/2022).
Kawasan hutan adat Wonosadi terletak di Kalurahan Beji, Kapanewon Ngawen, Gunungkidul. Kawasan hutan seluas 25 hektar ini status tanahnya adalah Sultan Ground (SG). Kini Hutan Wonosadi sudah bertransformasi menjadi hutan yang sangat terjaga kelestariannya.
Dari cerita yang ada, pada tahun 1965 terjadi pembalakan liar di kawasan hutan Wonosadi. Setelah hutan gundul, saat musim hujan sering terjadi bencana banjir dan longsoran batu. Longsoran itu menimpa dusun di bawahnya dan jika musim kemarau masyarakat kekurangan air.
Kondisi ini memunculkan keprihatinan dan kepedulian Sudiyo, seorang guru SD di wilayah tersebut. Sudiyo adalah bapak dari Sri Hartini. Dia mengajak beberapa warga untuk kembali menanam di kawasan hutan Wonosadi yang tandus.
Perjuangan Sudiyo memang cukup berat, banyak warga yang menyangsikannya bahkan mencemoohnya. Warga menertawai Sudiyo yang menanam pohon yang tidak bisa dijual kayunya atau dipanen buahnya.
"Bapak banyak dicemooh orang, mereka mengatakan bahwa bapak mengerjakan sesuatu yang sia sia," ujar Hartini.
Sujiyo berjuang keras tetap mempertahankan keyakinannya tersebut. Hartini kecil memang sering ikut bapaknya untuk menanam dan merawat pohon-pohon dikawasan hutan, sehingga dia hapal betul perjuangan bapaknya yang dimulai puluhan tahun lalu
Lewat seni dan budaya Rinding Gumbeng, menjadi media untuk Sudiyo bersosialisasi kepada warga. Akhirnya ada beberapa orang yang ikut tergerak dan membantu perjuangan Sudiyo membentuk kelompok masyarakat Jaga Wana Ngudi Lestari.
“Lambat laun hutan kembali hijau dan bisa dimanfaatkan warga,” katanya.
Setelah ayahnya meninggal, Sri Hartini ditunjuk sebagai ketua. Dia melakukan inovasi dengan merintis wisata minat khusus serta wisata edukasi. Selain itu juga program keanekaragaman hayati serta penanaman pohon buah untuk antisipasi serangan kera ekor panjang ke lahan pertanian penduduk.
"Alhamdulillah, hutan Wonosadi tetap terjaga kelestariannya, bahkan tempat ini menjadi banyak rujukan dan studi banding dari banyak daerah di seluruh Indonesia tentang pengelolaan hutan," ujar Hartini.
Hartini berharap ada regenerasi dalam menjaga hutan. Usianya sudah tua dan tidak sekuat dulu lagi. Dia mengajak anak-anak muda untuk terus mencintai dan merawat hutan. Mereka dilibatkan dalam pengelolaan desa wisata Wonosadi, sebagai guide jika ada tamu yang berkunjung ke Wonosadi.
Kini dengan lebatnya vegetasi, ada tiga buah mata air yang besar yang mengalir sepanjang tahun dari Wonosadi. Air ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk kebutuhan sehari hari, dan mengairi lahan pertanian.
“Semua dilakukan dengan niat ikhlas demi lingkungan yang baik untuk masa depan kehidupan anak cucu,” ujarnya.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait