YOGYAKARTA, iNews.id – Kebijakan pemerintah berupa larangan mudik lebaran dan penyekatan kendaraan di perbatasan, berpengaruh terhadap tingkat okupansi atau hunian kamar hotel di DIY. Selama Lebaran rata-rata okupansi hanya berkisar antara 5-7 persen saja.
“Rata-rata dari hotel bintang sampai non bintang hanya lima sampai tujuh persen,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono, Senin (17/5/2021).
Tingkat hunian tahun ini sangatlah rendah bila dibandingkan dengan Lebaran tahun lalu. Meski sama-sama dalam masa pandemi pada Lebaran 2020, saat itu okupansinya masih 25 persen. Padahal tahun ini banyak hotel yang melaksanakan promo Staycation atau liburan di dalam kota.
“Kalau tidak ada itu (staycation) mungkin bisa lebih rendah lagi," ujar Deddy.
Deddy mengatakan selama Ramadhan okupansi hotel di Yogyakarta lebih parah lagi. Saat itu hanya sekitar 0,9 persen.beruntung sejumlah hotel bintang tiga ke atas melaksanakan program buka puasa bersama.
Rendahnya okupansi ini, diyakini tidak lepas dari larangan mudik dan penyekatan kendaraan. Tamu hotel yang menginap hanyalah wisatawan lokal. Meski ada beberapa yang datang dari Jawa Tengah yang tidak begitu signifikan.
“Kami sangat mendukung program pemerintah, namun harus ada solusi untuk meringankan beban pengelola hotel,” katanya.
Dalam kondisi tertatih-tatih, hotel tetap membayar gaji karyawan, listrik, BPJS dan biaya operasional lainnya. Padahal pendapatan yang diterima hotel sangatlah terbatas karena hanya mengandalkan dari tamu.
“Mudah-mudahan tidak ada perpanjangan penyekatan,” katanya.
Public Relations Manager Grand Inna Malioboro, Retno Kusumo mengatakan, selama Lebaran tingkat hunian di Grand Inna Malioboro mencapai 21,5 persen. Kebetulan lokasi hotel berada di jantung Kota Yogyakarta yang ada di Jalan Malioboro. Selain itu mereka juga menerapkan promo staycation untuk menarik orang menginap di hotel saat lebaran.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait