SLEMAN, iNews.id - Peneliti Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Budi Setiadi Daryono berhasil menciptakan Melon Hikapel. Melon seukuran buah apel ini, lahir dari komplain emak-emak karena ukuran buah melon yang besar dan tidak praktis dibawa pergi.
Menurut Budi Setiadi, temuan ini muncul setelah pada 2011 mereka menciptakan inovasi buah melon berupa Melodi Gama 1, 2 dan 3 serta melon GMB dan Tacapa. Melon tersebut ukurannya besar dan beratnya sama dengan melon pada umumnya.
Lantaran berat, melon ini jusru dikomplain sekelompok emak-emak sosialita. Melon ini dirasakan tidak praktis karena sulit ketika harus dibawa pergi. Ukuran melon yang besar menjadikan tidak habis dalam sekali konsumsi dan harus disimpan di kulkas yang memakan tempat.
“Sejak saat itu kami tancap gas merakit kultivar melon baru seperti permintaan mereka,” kata Budi, Senin (9/1/2023).
Pada 2012, bersaman dengan lahirnya putra bungsunya Fadhil Hikari Setiadi lahir juga Hikadi Apel yang buahnya menyerupai apel dengan ukuran handy tidak lebih dari satu kilogram. Selanjutnya dilakukan riset Hikapel yang dikembangkan riset pendanaan RISPRO KPDP Kemenkeu tahun 2015-2017 menjadi handy melon atau melon yang sebesar genggaman tangan.
Melon hikapel ukurannya kecil dengan berat 300-800 gram per buah. Meski memiliki ukurannya kecil, melon ini tetap miliki rasa manis seperti pada umumnya dan aroma harum, dengan daging buah berwarna oranye.
Melon Hikapel mengandung senyawa betakaroten yang cukup tinggi berguna bagi kesehatan mata, kaya antioksidan serta mengandung vitamin C dan beberapa mineral lainnya. Kulit melon memiliki gradasi warna dari krem hingga oranye. Gradasi warna tersebut menjadi penanda tingkat kematangan buah.
“Hikapel bisa dikonsumsi ketika kulit buah sudah berwarna krem, tetapi untuk mendapatkan rasa manis yang sempurna carilah yang warna kulit telah berubah menjadi oranye,” katanya.
Selain kaya nilai gizi, masa tanamnya yang lebih cepat sekitar 60 hari. Sedangkan melon biasanya mencapai 90 hari. Harga melon Hikapel juga lebih mahal Rp35.000 per kilogram.
Melon ini mendapat sambutan positif dari masyarakat, terbukti buah ini sudah menembus pasar perdagangan buah. Bahkan sejumlah swalayan di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jabodetabek juga menjual. Buah ini juga akan dikembangkan sebagai salah satu produk ekspor.
“Kami sedang bekerja sama dengan mitra untuk pengembangan pembenihan,” katanya.
Varietas ini sudah tercatat dalam Daftar Umum PVT dan terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, ditanam dengan aman sehingga bebas dari senyawa ethrel dan pestisida. Melon hasil riset ini sudah dibudidayakan di sejumlah tempat di Yogyakarta yaitu Madurejo, Kalasan, dan Panggang.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait