KULONPROGO, iNews.id – PT Angkasa Pura (AP) I Yogyakarta siap memfasilitasi hunian sementara bagi warga penolak bandara baru Yogyakarta atau New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang masih bertahan di kawasan Izin Penetapan Lokasi (IPL).
Warga akan dicarikan tempat kontrakan sementara sambil menunggu proses pembangunan. PT Angkasa Pura tidak ingin ada aksi penggusuran paksa. “Kami siap menyewakan rumah untuk warga ini dengan biaya dari kami (Angkasa Pura),” kata Juru bicara Kantor Proyek Pembangunan NYIA, Agus Pandu Purnama, Senin (30/4/2018).
General Manager (GM) Bandara Adisutjipto, Yogyakarta ini mengatakan, penyediaan rumah kontrakan itu diharapkan bisa menjadi solusi bagi upaya percepatan pengosongan dan pembangunan bandara. Dari pendataan yang sudah dilakukan, ada sekitar 37 kepala keluarga (KK) atau 1.105 jiwa yang masih bertahan.
“Dari jumlah itu, ada 20 KK yang tidak memiliki tempat penampungan sementara. Mereka tidak memiliki rumah lain atau saudara yang terdekat. Sisanya sudah ada yang membangun rumah di luar wilayah atau menumpang di rumah saudaranya,” ujar Pandu.
Fasilitasi rumah ini, lanjut Pandu, akan dilakukan untuk tiga bulan pertama sampai warga bisa membangun dan mendapatkan hunian permanen. Cara ini diyakini paling ideal dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul. Sebab, mereka ketika diminta pindah di Rusunawa Wates juga terlalu jauh. “Di hunian relokasi Kedundang juga masih ada lima unit yang bisa ditempati. Tinggal warga nanti memilih mana,” katanya.
Pandu tidak menginginkan ada warga yang terlantar. Di lain sisi, proyek bandara juga harus terus berjalan. Sehingga mereka harus bisa saling menghormati. Apalagi pascajatuhnya surat peringatan (SP) III tidak ada lagi pemberitahuan dan akan dilakukan pengosongan. “Kami akan tempuh dengan langkah yang tegas dan terukur, pastinya sebelum puasa (Ramadan),” tandas Pandu.
Asisten II Sekretariat Daerah Kulonprogo, Sukoco mengatakan pemkab sulit mengerti kemauan warga yang masih bertahan dan menolak proyek bandara. Warga juga tertutup dan susah untuk diajak dialog guna mengetahui keinginan dan kebutuhan mereka. “Dulu (tanah) diukur tidak boleh. Sekarang kita hanya siapkan hunian sementara,” kata Sukoco.
Menurut Sukoco, Rusunawa Triharjo dipandang sebagai satu-satunya opsi terbaik sebagai hunian sementara bagi warga penolak bandara jika eksekusi pengosongan lahan dilakukan nanti. Kapasitas rusun yang ada dianggap cukup untuk menampung warga dengan kondisi bangunan yang cukup layak. “Kami siapkan hunian sementara untuk warga yang masih menolak. Namun hanya rusunawa itu opsi terbaiknya, tidak ada opsi lain,” tandas Sukoco.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait