KULONPROGO, iNews.id – Sebanyak 27 siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Glagah terpaksa mengikuti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) di rumah warga di Pedukuhan Kretek, Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, DIY, Kamis (3/5/2018). Sekolah mereka telah dirobohkan karena berada di wilayah Izin Penetapan Lokasi (IPL) Bandara Yogyakarta baru atau New Yogyakarta International Airport (NYIA). Meski dalam kondisi darurat, para siswa tampak semangat mengikuti ujian.
Salah satu peserta ujian, Sadrina Yuniarti (11) antusias mengerjakan ujian. Sadrina dititipkan ke rumah kakeknya di hunian relokasi di Glagah karena rumah kedua orang tuanya Tri Marsudi dan Ponijah tidak lagi dialiri listrik PLN.
Orang tua Sadrina tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) yang saat ini masih bertahan di lokasi pembangunan bandara. Selain tanpa listrik, hunian warga penolak kini dikelilingi pagar besi.
Tri yang pernah dipenjara lantaran menyegel Balai Desa Glagah dalam aksi beberapa waktu lalu berharap Sadrina bisa lebih tenang dan konsentrasi menghadapi ujian selama di rumah sang kakek. Saat malam tiba, kedua orang tua Sadrina ikut mendampingi.
"Tetap semangat belajar. Disuruh rajin agar nilainya bagus," kata Sadrina.
Meski orang tuanya getol memperjuangkan hak agar lahannya tidak tergusur, dia tidak diperkenankan ikut dalam aksi penolakan terhadap bandara. Sadrina diminta rajin belajar dan tidak terpengaruh kondisi lingkungan. Deru mesin dan alat berat yang ada, jangan sampai membuatnya patah semangat dalam belajar.
"Insya Allah semuanya (ujian) lancar," ujarnya.
Kondisi bangunan rumah warga yang disulap menjadi sekolah untuk menyelenggarakan USBN sangat terbatas. Antarruangan disekat menggunakan lemari dan papan. Pencahayaan yang kurang dan sirkulasi udara tidak bagus membuat suasana ujian tidak nyaman.
"Agar ujian lebih nyaman, kami pasang lampu dan kipas angin," kata Kepala SDN 3 Glagah Joko Susilo.
Menurutnya, pembangunan bandara tidak mengganggu proses belajar dan mengajar di sekolahnya. Bunyi alat berat yang menggema hingga getaran dari pekerjaan fisik tidak menyurutkan siswa untuk tekun belajar. Pihak sekolah memberikan pola pembelajaran yang sama kepada semua siswanya. Sekolah sama sekali tidak menyinggung soal proyek bandara. Apalagi ada sebagian dari siswa berasal dari keluarga penolak bandara.
"Meskipun warga menolak pembangunan bandara, mereka tetap memprioritaskan anak-anaknya untuk mendapatkan hak pendidikan," tuturnya.
Editor : Achmad Syukron Fadillah
Artikel Terkait