Para abdi dalem Kraton Yogyakarta saat prosesi upacara adat Labuhan Merapi. Masyarakat lereng merapi juga rutin menggelar tradisi tolak bala untuk menangkal musibah. (Foto: iNews/Heru Trijoko)

YOGYAKARTA, iNews.id - Tradisi tolak bala dari lereng Gunung Merapi rutin dilakukan oleh masyarakat setempat untuk menangkal musibah. Banyak hal yang dilakukan oleh masyarakat yang percaya tradisi ini seperti memasang janur kuning, meletakan sesaji atau beberapa minuman.

Tradisi yang mereka lakukan itu merupakan ajaran turun temurun dari leluhur mereka. Mereka melakukan itu sebagai upaya untuk melestarikan tradisi agar tidak hilang dan sampai ke anak cucu mereka.

Inilah Tradisi Tolak Bala dari Lereng Gunung Merapi yang sampai sekarang masih lestari.

Masyarakat di lereng Gunung Merapi pada umumnya melakukan tradisi ini dengan meletakkan janur kuning di pintu dan jendela rumah mereka. Kemudian mereka juga akan menambahkan tiga macam jenis minuman yaitu air kopi, air teh dan air bunga untuk ditaruh di atas pintu.

Tradisi yang mereka lakukan untuk menolak bala dari letusan Gunung Merapi. Aktivasi Gunung Merapi yang berada di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini memang terus mengalami peningkatan. Akan tetapi banyak dari mereka berharap dengan janur kuning dan 3 jenis minuman itu bisa meredakan aktivasi Gunung Merapi agar stabil kembali.

Itu merupakan tradisi dari nenek moyang mereka agar mencegah marabahaya dan malapetaka. Hampir seluruh rumah warga sekitar lereng gunung melakukan hal itu. Merupakan tokoh warga setempat, Warosno memasang janur itu untuk memohon perlindungan kepada maha kuasa.

“Ini merupakan tradisi sejak nenek moyang lalu. Dimana dahulu nenek moyang mereka berkata kalau ada sesuatu yang membahayakan disuruh memasang janur di depan rumah,” kata Marsono tokoh warga, Senin (23/11/2020).

Berbeda dengan keluarga seniman petani Padepokan Tjipto Boedojo di lereng Gunung Merapi Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mereka melakukan tradisi tolak bala yang dikenal dengan “Suran Tutup Ngisor”.

Tradisi suran tutup ngisor ini dilakukan khusus untuk menghindari bahaya Virus Covid 19 yang masih merajalela di Indonesia. Hal itu dikatakan oleh Sitras Anjilin yang merupakan pemimpin padepokan itu.

“Suran kali ini kami keluarga padepokan yang utama untuk tolak bala," katanya di Magelang, Selasa (1/9/2020) malam.

Padepokan yang berdiri sejak tahun 1973 ini didirikan oleh Romo Yoso Sudarmo. Letak padepokan ini berada kurang lebih enam kilometer dari barat daya puncak Gunung Merapi, tepatnya di Tutup Ngisor  Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang

Tradisi ini dilakukan tepat di tahun baru penanggalan Jawa atau bertepatan dengan pertengahan bulan Suro menurut kalender Jawa. Selain itu, tradisi ini dilakukan tepat pada bulan purnama pertama di setiap tahunnya.

Pertama mereka akan melakukan uyon-uyon candi dengan menabuh gamelan di sekitar pusara pendiri padepokan yaitu Romo Yoso Sudarmo. Acara ini sangat sakral karena makan Romo Yoso Sudarmo dianggap candi oleh keluarga besar Padepokan ini.

Setelah melakukan uyon-uyon candi sampai hampir tengah malam, mereka melanjutkan acara pembacaan surat yasin, kenduri, pemasangan sesaji, tirakatan, persembahan panembrama, beksan Kembar Mayang, dan pementasan wayang sakral "Lumbung Tugu Mas".

Tradisi ini memberikan makna tersirat terhadap pentingnya upaya untuk melakukan perbaikan untuk mengatasi Covid19 sehingga kehidupan masyarakat dunia bisa normal dan berjalan seperti sedia kala.

Itulah Tradisi Tolak Bala Dari lereng Gunung Merapi. Semua tradisi itu dilakukan sebagai bentuk usaha untuk melindungi seluruh masyarakat yang berada di lereng Gunung Merapi agar terhindar dari musibah. (*dikutip dari berbagai sumber)


Editor : Ainun Najib

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network