MAGELANG, iNews.id- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut potensi penyelewengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) cukup besar. Bahkan dari tahun ke tahun ada kecenderungan mengalami peningkatan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut anggaran sektor kesehatan yang dialokasikan yaitu mencapai 5 persen dari APBN. Di mana pada Tahun 2022 alokasi pada anggaran kesehatan mencapai Rp 256 atau setara dengan USD 16 miliar.
"Oleh karenanya KPK menaruh perhatian yang besar pada sektor kesehatan," katanya saat memberikan sambutan dalam Internasional Seminar On Fraud In Social Health Insurance secara online, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya sektor kesehatan juga berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat banyak. Namun kelemahannya adalah sifatnya yang tidak pasti serta tingginya ketimpangan informasi antara penyelenggara dan pengguna layanan kesehatan.
Karena ketimpangan informasi tersebut maka ada kecenderungan pasien menerima begitu saja tindakan-tindakan dan obat-obat yang diberikan paramedis sehingga menimbulkan risiko yang sangat tinggi. Beberapa kasus besar di bidang kesehatan yang pernah ditangani KPK. "Penyelewengan itu terjadi di beberapa sektor," ujarnya.
Penyelewengan tersebut antara lain misalnya kasus korupsi pengadaan alat kesehatan, kasus dana kapitasi, kasus korupsi vaksin flu burung hingga ke kasus jual beli jabatan pada pejabat di Dinas Kesehatan. Menurut Korupsi seperti sebenarnya sudah ada sejak lama.
Namun sejak ada sistem jaminan kesehatan nasional atau sekarang lebih dikenal masyarakat dengan nama BPJS kesehatan. Adanya JKN ternyata telah merubah daftar tren korupsi di sektor kesehatan dalam beberapa tahun terakhir.
"Sebelum tahun 2013 pengadaan alat kesehatan, pembangunan infrastruktur, fasilitas kesehatan dan obat merupakan top di objek yang paling banyak untuk korupsi Tetapi setelah adanya JKN objek terjadinya kecurangan bergeser dengan penyalahgunaan jaminan kesehatan," ujar dia.
Meskipun secara nilai korupsinya masih kecil namun karena dilakukan secara masif dan perubahan yang dihasilkan juga cukup besar. Dia mencontohkan Amerika Serikat yang sudah memiliki undang-undang kesehatan dengan cukup baik penyelewengan akibat program asuransi masih cukup tinggi yaitu antara 5 sampai dengan 10 persen
Alex menyebut potensi kecurangan di fasilitas kesehatan yang terdeteksi beranjak naik. Apalagi penggunaan klaim meningkat dari sekitar 175.000 klaim pada tahun 2015 menjadi 441 juta klaim pada tahun 2016.
KPK sudah menjaga program jika ini adalah melalui fungsi pencegahan. Di antaranya pemberian rekomendasi perbaikan pada JKN dalam hal manajemen dana kapitasi, perbaikan tata kelola obat, perbaikan tata kelola alat kesehatan hingga menyusun regulasi terkait penanganan kecurangan dalam program JKN ini KPK.
Dirut BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti mengakui jika masih ada affraud atau penyelewengan di lembaga yang dipimpinnya. peserta jaminan kesehatan yaitu menggunakan jaminan yang bukan haknya misalnya milik orang lain. Kemudian dari sisi fasilitas kesehatan biasanya dilakukan dengan me-markup kapitasi.
"Sementara dari sisi penyelenggara BPJS adalah mengkorupsi kapitasi. Mereka sudah kami sanksi. Kalau yang dari internal kami langsung kami berhentikan. Kalau faskes ya dihentikan kerjasamanya dan demikian juga kalau peserta," ujarnya dalam seminar yang digelar di Magelang ini.
"Kalau nilainya atau banyaknya ya adalah. Kalau di Amerika itu 10 persen, ya di Indonesia pasti tahukah,"kata dia.
Direktur Pengawasan Pemeriksaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Dr Mundiharno menambahkan, upaya pencegahan penyelewengan sebenarnya terus mereka lakukan. Untuk faskes kita sudah melakukan dengan menciptakan lingkungan digitalisasi layanan. Untuk pencegahan di peserta ada upaya dengan penerapan sidik jari dan NIK peserta.
"kami juga selenggarakan seminar internasional dengan berbagai negara untuk mengetahui upaya negara lain dalam mencegah Fraud tersebut,"ujar dia.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait