KULONPROGO, iNews.id – Warga Desa Karangwuni, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulonprogo yang lahannya terkena proyek pelebaran Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) mempertanyakan kompensasi pembebasan lahan.
Mereka tidak ingin tanah mereka yang sudah dipakai untuk pelebaran jalan tersebut pada 1997 tidak dihitung dan tanpa kompensasi.
Seorang warga Karangwuni, Parjiyo mengatakan, warga bisa menerima rencana pembangunan JJLS yang akan menggerus sebagian lahan mereka. Namun prosesnya harus dilakukan secara transparan dan warga diberikan informasi yang jelas.
Sebab, dalam sosialisasi tahap awal ada beberapa pertanyaan warga yang belum dijawab tuntas. Salah satunya menyangkut lahan warga yang sudah dipakai pada pelebaran JJLS di tahun 1997 silam. "Katanya mau dijelaskan di konsultasi publik, tapi ini kita hanya diminta mengisi form dan berita acara," katanya di Balai Desa Karangwuni, Kamis (13/12/2018).
Warga ingin agar tanah yang sudah dipakai untuk JJLS juga dihitung dan diberikan kompensasi. Saat itu, tanah warga yang dipakai untuk pelebaran di tahun 1997 mencapai tiga meter di kedua sisi tidak mendapatkan ganti rugi.
Menurut Parjiyo, kepastian ganti rugi lahan itu sangat penting agar tidak ada kesenjangan sosial antarwarga. Sebab, sebagian warga dalam sertifikat tanahnya masih seluas tanah awal meski sebagian sudah dipakai untuk jalan.Namun sebagian warga lainnya tanahnya sudah berkurang karena terpakai jalan. "Kami minta itu (lahan) untuk diganti juga saat ini," ucapnya.
Warga lainnya, Trianto mengatakan proses pelepasan hak atas tanah ini juga harus ditanggung negara. Jangan sampai warga yang melepas hak atas tanah juga terkena pajak jual beli, karena sebenarnya warga tidak menginginkan menjual. Lantaran dipakai pemerintah warga harus merelakan. "Seperti bandara itu tidak ada pajak penjualan tanah. Ini juga harus seperti itu," tandasnya.
Warga juga ingin ada fasilitasi dari pemerintah atas luasan sertifikat yang ada. Karena lahan akan berkurang, dalam sertifikat juga harus disesuaikan. “Jangan sampai luasan di sertifikat sama dan beban pajak juga sama,” ucapnya.
Kasi Perencanaan Jalan dan Jembatan Bidang Bunamarga DPUPKP dan ESDM DIY, Misno mengatakan, JJLS ini dulu merupakan jalan kabupaten. Namun, di 1997, jalan tersebut menjadi jalan provinsi dan dipenetrasi dengan aspal lama dari Congot sampai Srandakan, Bantul. Saat itu, ada pelebaran jalan dari lima meter menjadi tujuh meter.
"Saat itu sebenarnya ada kerelaan dari orang tua mereka dan kompensasi diwujudkan dalam bentuk penyertifikatan tanah," katanya.
Dengan pertumbuhan wilayah dan adanya bandara, kata Misno, JJLS yang sata ini hanya dua lajur akan diperlebar menjadi empat lajur. Sehingga nantinya dari as jalan dilebarkan sampai 24 meter ke kanan dan kiri. Beberapa tikungan akan disesuaikan sehingga tidak akan sama.
Menurut Misno, sikap warga yang meminta ganti rugi atau kompensasi lahan tidak lepas dari pertumbuhan wilayah. Semula, harga lahan di JJLS tergolong murah dan tidak strategis seperti saat ini. "Sepertinya warga menggunakan aji mumpung (memanfaatkan kesempatan), apalagi bandara NYIA juga sedang dibangun dan berada di JJLS,” katanya.
Kendati demikian, Misno tidak mempermasalahkan dengan keberatan warga tersebut. Mereka juga harus menuangkan keberatannya dalam berita acara tertulis apakah mau menerima atau menolak. "Keberatan warga ini akan disampaikan kepada gubernur untuk dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan IPL (izin penetapan lokasi)," katanya.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait