YOGYAKARTA, iNews.id – PT Angkasa Pura I mengimbau kepada warga yang masih bertahan di lokasi pembangunan bandara baru Yogyakarta atau New Yogyakarta International Airport (NYIA) segera mengosongkan rumah lahannya.
Warga diminta untuk segera mengambil uang kompensasi yang dititipkan di Pengadilan Negeri (PN) Wates. Lahan yang dihuni merupakan tanah milik negara.
“Sertifikat warga, walaupun ada cap garudanya, dengan sudah ditetapkannya penitipan ganti rugi melalui pengadilan, maka sertifikat tersebut sudah tida berlaku lagi,” kata Sujiastono, Project Manager Pembangunan Bandara NYIA, Pt Angkasa Pura I, Minggu (22/4/2018).
Dengan adanya sidang konsinyasi dan putusan hakim, kata dia maka sudah terjadi peralihan hak menjadi milik negara dalam hal ini PT Angkasa Pura I untuk pembangunan bandara. Jika warga tidak percaya, mereka bisa minta konfirmasi kepada BP atau ke pemerintah daerah.
Warga semestinya segera memproses pencairan uang kompensasi yang ada di Pengadilan uang tersbeut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan warga, membangun rumah atau merintis usaha baru. Sebab uang itu di pengadilan tidak berbunga dan jika tidak segera diambil justru akan merugi. “Uang yang dititipkan itu tidak berbunga jadi segera diambil kalau terlalu lama malam mereka akan rugi,” katanya.
PT Angkasa Pura I, terus melakukan pembangunan bandara. Targetnya bandara pengganti Bandara Internaasonal Adisutjipto ini sudah bisa beroperasi pada 2019 mendatang. Untuk itulah warga harus mengeluarkan barang-barangnya. Yang masih bisa dimanfaatkan agar dikeluarkan keluar dari IPL.
Mereka bisa tinggal di rumah susun, rumah saudara atau rumahnya sendiri yang ada di luar IPL. “Kalau memungkinkan dapat medaftar melalui magersari ke Pemkab Kulonprogo dengan syarat mengikuti,” ujarnya.
Sujiastono mengingatkan, tidak ada hak mutlak warga negara untuk memiliki tanah. Apabila negara membutuhkan, maka hak warga bisa beralih menjadi hak negara.
Saat ini, masih ada lebih dari 30 rumah yang masih berdiri di area IPL pembangunan bandara. Rumah-rumah tersebut masih dihuni oleh sebagian warga terdampak yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP).
Mereka bersikeras masih memiliki hak atas tanah tersebut dengan sertifikat kepemilikan yang sah dan menolak digusur maupun melepaskan tanahnya untuk mega proyek tersebut.
Warga penolak bandara, Sofyan mengatakan lahan yang saat ini dimiliki dan ditempati warga adalah barang halal yang wajib dijaga dan dipertahankan. Warga tidak pernah berencana menjual sehingga akan tetap mempertahankan. Termasuk menyerahkan kepada siapa pun, termasuk kepada negara untuk pembangunan bandara. “Kami hanya butuh kenyamanan, aman dan tenteram. Kami tidak butuh yang miliaran tetapi hidupnya susah,”tandasnya.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait