Aliansi Warga Penolak Bandara Yogya Minta Tak Ada Penggusuran Paksa
KULONPROGO, iNews.id – Aliansi Perjuangan Rakyat Tolak Bandara (APRTB) mendesak pemerintah untuk membuka ruang dialog bagi warga terdampak bandara. Mereka juga meminta agar tidak ada lagi proses penggusuran paksa bagi warga yang masih bertahan.
Koordinator APRTB, Arsyad Arifin mengatakan aliansinya masih konsisten memperjuangkan hak-hak warga terdampak pembangunan bandara baru Yogyakarta atau dikenal dengan New Yogyakarta International Airport (NYIA) untuk saat ini dan masa depannya. Salah satunya menyangkut masalah lahan yang akan tergusur merupakan lahan produktif.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulonprogo dan PT Angkasa Pura I, perlu bertanggujawab atas semua tahapan yang sudah dilaksanakan. Mulai dari proses perencanaan sampai dengan konsinyasi sampai terbitnya surat peringatan (SP) 3. Apalagi dalam dasar kegiatan mereka selalu bicara untuk kepentingan negara dan publik. “Perlu ada dialog persuasif untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Arsyad, Rabu (25/4/2018).
Salah satu aktivis mahasiswa ini melihat dinamikan perjuangan saat ini sudah mulai berbeda pandangan. Warga sudah semakin pecah dan terkotak-kotak dengan pecahnya Wana Tri Tunggal (WTT) yang belakangan bisa menerima dan mencairkan kompensasi. Namun masih ada sebagian warga yang tetap bertahap yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak penggusuran Kulonprogo (PWPP).
Dengan sudah turunnya SP 3, kata dia, mau dan tidak mau pasti akan ada eksekusi paksa. Untuk itulah APTRB tidak menginginkan adanya upaya paksa. “Warga sudah lama alami represivitas dan intimidasi. Jangan ada lagi eksekusi paksa,” tandasnya.
Dalam dialog ini perlu mengedepankan langkah berikutnya termasuk keselamatan warga yang selama ini menggantungkan hidupnya dari bertani. Pemerintah harusnya mampu menyiapkan lahan relokasi yang menjamin tingkat produktivitas dan berkelanjutan. “Jangan paksa di rusunawa, warga harus diberikan tanah yang statusnya jelas,” ucapnya.
Jika dimungkinkan, kata Arsyad, perlu dipikirkan adanya upaya diskresi ulang seperti yang dilakukan kepada warga WTT. Celah diskresi masih sangat dimungkinkan. “Kita juga akan berikan edukasi kepadawarga. Meski saat ini tetap menolak tanpa syarat,” katanya.
Salah satu sesepuh PWPP, Purwinto mengatakan warga tetap akan bertahan dan tidak akan melepaskan hak atas tanah. Mereka akan melawan semua bentuk penggusuran dengan semampu mereka. “Kita serahkan semuanya pada yang Mahakuasa,” ujar Purwinto.
Saat ini masih ada 31 rumah yang bertahan di lokasi IPL, dengan jumlah sekitar 37 kepala keluarga.
Editor: Kastolani Marzuki