Asal Usul Klitih Jogja dan Fenomena Kekerasan Jalanan

YOGYAKARTA, iNews.id - Asal Usul Klitih Jogja sudah ada sejak zaman dahulu. Namun makna klitih mulai mengalami pergeseran di kalangan milenial saat ini yang identik dengan kekerasan jalanan.
Hidup di Kota Yogyakarta selama ini dikenal dengan suasanya yang aman dan nyaman. Hanya saja dalam beberapa tahun belakangan ketenangan ini terusik dengan aksi klitih. Berikut ini penjelasan menganai istilah klitih
Dihimpun dari berbagai sumber, klitih belakangan ini merupakan kepanjangan dari Kliling Golek Getih (berkeliling mencari darah). Aktivitas di luar rumah ini tanpa tujuan yang jelas.
Istilah klitih sebenarnya sudah ada sejak masa lalu. Dalam Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito, asal kata kliteh diambil dari kata ulang klitah-klitih. Kata ini sendiri memiliki arti berjalan bolak-balik seperti kebingungan.
Seorang ahli bahasa Jawa yang merupakan Guru Besar Universitas Sanatha Dharma Yogyakarta, Pranowo, juga membenarkan asal muasal klitih. Istilah klitih berasal dari klitih-klitih, yaitu milingga yang mengubah bunyi atau mengulangi bunyi.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menyebut bahwa sejarah klitih berasal dari istilah Jawa yang sudah lama digunakan. Ia menjelaskan, klitih pada masa lalu berarti aktivitas masyarakat yang keluar ke jalan pada malam hari untuk melepas penat.
Jika dilihat dari kesimpulan diatas, aktivitas Klitih tidak menjurus ke arah negatif seperti yang dilakukan oleh beberapa oknum di zaman sekarang.
Fenomena klitih belakangan ini kian marak terjadi di Jogja. Aksi yang identik dengan senjata tajam dan aksi pembacokan hingga pembunuhan semakin melekat di benak masyarakat hingga menimbulkan rasa cemas dan khawatir.
Melihat kebelakang, fenomena klitih sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an, dimana ketika kepolisian mengelompokkan geng remaja di Yogyakarta yang mana kepolisian sudah mengetahui informasi seputar remaja dan geng remaja yang melakukan kejahatan.
Setelah orde baru para pelajar yang terlibat tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Berangkat dari ancaman tersebut, para pelajar kemudian mencari musuh dengan cara berkeliling kota untuk melakukan aksi klitih.
Alasan dari anak-anak muda itu melakukan aksi ini lantaran ingin mendapatkan pengakuan dari teman-temannya. Anak-anak yang melakukan aksi klitih mengklaim mendapat reputasi bagus di lingkungannya. Selain itu, permasalahan pribadi atau keluarga juga membuat anak tersebut cenderung menjadi pelaku klitih.
Kasus klitih mulai populer di Yogyakarta pada tahun 2016. Pada mulanya, klitih merupakan perilaku kenakalan remaja dan permusuhan antarkelompok, namun seiring berjalannya waktu fenomena klitih mengalami pergeseran.
Kini, klitih tidak hanya menyasar pada kelompok tertentu, tetapi juga menyasar masyarakat luas. Dalam catatan Polda DIY kasus klitih meningkat 11,54 persen pada tahun 2021 jika dibandingkan dengan tahun 2020. Secara rinci, terdapat 52 kasus klitih pada tahun 2020, dengan jumlah pelaku sebanyak 91 orang. Kemudian kasus meningkat di tahun 2021 menjadi 58 kasus dengan 102 pelaku.
Modus operandi yang dilakukan 32 penganiayaan, 25 kasus penggunaan senjata tajam, dan 1 kasus perusakan. Selain itu, Polda DIY juga mengungkapkan bahwa sebagian besar pelaku adalah pelajar.
Itulah tadi ulasan amengenai asal usul klitih Jogja dan fenomena yang terjadi belakangan ini. Semoga ulasan ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Editor: Kuntadi Kuntadi