Atasi Permasalahan Papua, Gugus Tugas UGM: Perlu Ada Reinstrumentasi Otsus

SLEMAN, iNews.id - Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada (GTP-UGM) mengusulkan adanya reinstrumentasi otonomi khusus (Otsus) Papua. Pemerintah perlu memperluas pelaksanaan otsus sampai di tingkat kabupaten/kota.
“Reinstrumentasi atau detail rancangan baru Otsus Papua penting di tengah permasalahan Papua yang pelik dan khusus,” kata Ketua Gugus Tugas Papua UGM, Bambang Purwoko, Kamis (3/6/2021).
Menurut Bambang, ada tiga hal penting yang mendasari usulan reinstrumentasi UU Otsus Papua ini. Pertama, perluasan jangkauan otonomi khusus Papua hingga ke tingkat kabupaten/kota, untuk menjawab permasalahan otonomi khusus yang selama ini masih bersifat umum.
Selain itu perlu adanya pengaturan penggunaan dana otsus agar bisa dinikmati masyarakat Papua. Dana ini diberikan kepada penduduk lokal dalam bentuk Kartu Dana Otsus, untuk dibelanjakan dalam bidang pendidikan, kesehatan, pangan dan bahan bangunan perumahan.
“UU Otsus Papua juga harus mengatur pemanfaatan dana desa dan belanja kementerian/lembaga secara sinergis dan terkoordinasi untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat,” katanya.
Bambang juga melihat perlu ada regulasi pengaturan pemekaran di Papua secara lebih spesifik, baik pemekaran provinsi ataupun kabupaten/kota. Pemekaran harus ditempatkan sebagai strategi percepatan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, redistribusi kesejahteraan sosial, memuliakan adat, dan mengangkat harkat dan martabat OAP.
Otsus Papua perlu mendapat pengawalan secara sistemik, manajerial, maupun teknis-operasional agar revisi ini membawa kemajuan Papua. Selama 20 tahun pelaksanaan otsus masih banyak persoalan yang menumpuk. Dalam bidang pemerintahan, otsus tidak sepenuhnya memberikan kewenangan khusus. Banyak kebijakan lain yang melemahkan atau justru bertentangan dengan UU Otsus Papua.
Di bidang politik juga belum berjalannya kebijakan tentang lambang daerah dan simbol kultural, pembentukan partai politik, pembentukan pengadilan HAM, pembentukan KKR, dan pengakuan peradilan adat.
“Papua masih diselimuti konflik yang tidak pernah terselesaikan secara tuntas. Jumlah kasus kekerasan di Papua bahkan terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir,” katanya.
Orang asli Papua juga masih sulit mendapatkan pekerjaan dan akesesibilitas sumber ekonomi hilang, lantaran posisi tersebut diambil pendatang. Kondisi ini diperparah dengan tata kelola keuangan yang rendah dan masih adanya ketergantungan dana otsus.
Editor: Kuntadi Kuntadi