Kisah Keluarga Korban Petrus, Capek Janji Pemerintah Tak Pernah Ditepati

YOGYAKARTA, iNews.id- Wahyu Handayani seorang istri korban penembakan misterius (petrus) menangis. Saat mengucap kalimat pertamanya ketika menceritakan masa-masa dimana suaminya setiap hari diburu orang tak dikenal karena dianggap sebagai kriminal.
"Saya sebenarnya capek dikasih janji terus, mau dibantu ini-itu, tapi sampai bapak (Kentus) meninggal enggak pernah ditepati,” ucap Wahyu saat ditemui di rumahnya, di Kampung Jlagaran Yogyakarta Jumat (13/01/2023).
Petrus menjadi momok yang mengerikan bagi para pelaku kejahatan, preman, bandit jalanan dan bromocorah di masa Orde Baaru. Operasi senyap ini ternyata tak hanya menyasar para bandit, banyak orang-orang yang dianggap anti pemerintah menjadi sasaran petrus.
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo berjanji akan memulihkan hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat, salah satunya korban petrus.
Wahyu Handayani, atau biasa disapa dengan nama bu Nuk, adalah istri dari almarhum Kentus, salah satu target penembak misterius (petrus) yang sempat menghebohkan Kota Jogja pada tahun 1983-1985. Walapun Kentus bisa selamat dari timah panas petrus, namun sejak tragedi itu hidup keluarganya tak pernah sama lagi.
"Bapak itu seperti diasingkan, kerja enggak bisa, perusahaan enggak ada yang mau nerima kerja dia karena takut. Keluarga kami benar-benar terpuruk saat itu," ujarnya.
Usai ditahan di Koramil dan Polresta Jogja, Kentus yang sebelumnya bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah sekolah di wilayah Yogyakarta kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal jelas-jelas dari proses hukum yang dijalani, Kentus sama sekali tidak terbukti terlibat dalam aksi kejahatan yang dituduhkan.
"Waktu itu semua pengusaha diundang. Ditanya apa pernah dimintai uang sama bapak (Kentus), dan semuanya jawab enggak pernah," ujar dia dengan nada bergetar.
Seorang teman, kemudian mengajak Kentus bekerja sebagai kenek atau kondektur bus dengan gaji yang tak seberapa. Di saat bersamaan keempat anaknya semakin besar, sehingga kebutuhan biaya hidup keluarga makin banyak terutama untuk sekolah.
"Pernah anak saya pulang sekolah nangis. Pas saya tanya katanya diusir karena belum bayar. hati saya sedih sekali," ujarnya lagi.
Bahkan saking seringnya mendapatkan janji-janji dari pemerintah, Wahyu Handayani tampak tidak terlalu antusias mendengar pernyataan Presiden RI, Joko Widodo yang mana pemerintah berjanji akan memulihkan hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat, yang salah satunya adalah korban petrus.
"Komnas HAM dulu sering menghubungi saya. Katanya mau dibantu. Namun sampai sekarang ya cuma janji. Saya cuma ditanya perlu bantuan apa, namun ya enggak dibantu," ujarnya.
Hingga suaminya meninggal dunia karena sakit, bantuan-bantuan yang dijanjikan tak pernah datang. Wahyu Handayani yang kecewa lantas melampiaskannya dengan membuang semua berkas dari Komnas HAM.
Sebenarnya permintaannya tidak muluk-muluk. Dia hanya meminta pembayaran kerugian yang harus ia tanggung selama ini. Pasalnya usai kejadian itu, dia seorang diri harus berjibaku menafkahi keluarga. Gara-gara tragedi petrus itu suaminya tak bisa bekerja dan keluarganya hidup dalam situasi yang serba kesulitan.
"Dihitung saja berapa kerugian yang keluarga saya tanggung karena bapak, membesarkan anak, menyekolahkan anak, sampai biaya berobat bapak, itu kan sangat banyak. Sampai sekarang kami masih hidup dalam trauma. Kalau ingat lagi masa-masa itu saya pasti nangis," ujarnya.
Editor: Ainun Najib