get app
inews
Aa Text
Read Next : Polisi Ungkap Penyebab Makam Arya Daru Amblas, Bukan Dirusak?

Kisah Wali Terapung Mbah Mudzakir, Kelabui Belanda dengan Pasang Caping di Tonggak Kayu

Senin, 08 November 2021 - 16:50:00 WIB
Kisah Wali Terapung Mbah Mudzakir, Kelabui Belanda dengan Pasang Caping di Tonggak Kayu
Makam Mbah Mudzakir di pesisir pantai utara Dukuh Tambaksari, Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Demak. (Foto : iNews TV/Sukmawijaya)

DEMAK, iNews.id - Sebuah makam berdiri kokoh di tepi laut tepatnya di Dukuh Tambaksari, Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jateng. Warga di sekitar lokasi menyebutnya sebagai makam wali terapung. 

Makam wali terapung itu telah menjadi tempat wisata religi dan banyak dikunjungi masyarakat. Makam itu konon merupakan makam Mbah Mudzakir.

Mbah Mudzakir dikenal sebagai tokoh agama berpengaruh di kawasan tersebut. Dia meninggal sekitar tahun 1950-an. Hingga kini belum ada catatan lengkap tentang masa hidup Mbah Mudzakir yang wafat pada usia antara 72-75 tahun tersebut.

Keberadaan makam wali terapung sendiri, awalnya berada di tengah permukiman padat penduduk. Tetapi, akibat terjadinya abrasi di pesisir utara sejak tahun 1995, telah menggerus daratan hingga sejauh 2 km.

Dari seluruh daratan yang hilang, hanya lokasi makam Mbah Mudzakir yang tetap terlihat. Fenomena alam telah menciptakan makam Mbah Mudzakir seperti bunga teratai di lautan. Warga pun menyebut makam ini sebagai makam wali terapung.

Cucu Mbah Mudzakir, Gus Ubab Ibrahim mengungkapkan, hingga kini belum terlalu banyak catatan tentang perjalanan hidup Mbah Mudzakir. Tetapi, warga di kawasan tersebut mengenalnya sebagai tokoh agama dan pejuang yang turut merasakan ganasnya pertempuran 10 November di Surabaya.

Mbah Mudzakir mempunyai guru, yaitu Kiai Sholah Darat Semarang, dan KH Abbas Buntet Cirebon. Sebagai murid yang taat, perjuangan Mbah Mudzakir tidak lepas dari keberadaan para guru tersebut.

Gus Ubab Ibrahim mengungkapkan, kakeknya turut berangkat ke Surabaya, setelah adanya fatwa resolusi jihad yang dikeluarkan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy'ari, untuk melawan penjajah Belanda.

Mbah Mudzakir memiliki banyak rumah di kawasan Kecamatan Satung, yaitu di Desa Loireng, Desa Kalisari, dan di Desa Bedono. Keempat istrinya pun bermukiman di rumah tersebut. Sejak tahun 1930-an, atas perintah gurunya Mbah Mudzakir pun bermukim di pesisir pantai utara Dukuh Tambaksari, Desa Bedono.

Di pesisir pantai ini, Mbah Mudzakir melakukan tradisi unik, yakni selalu memasang caping (topi dari anyaman bambu) di atas tonggak kayu. Hal itu sebagai siasatnya mengelabuhi pasukan Belanda.

Beberapa peningalan Mbah Mudzakir telah banyak yang hilang karena bencana abrasi. Di antaranya kitab-kitab karangan Mbah Mudzakir, yang turut hanyut di telan laut. Pihak keluarga hanya memiliki ornamen kayu sebagai tutup pilar musala buatan Mbah Mudzakir, dan lesung kayu.

Editor: Ainun Najib

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut