Peneliti UGM Sebut Penerapan Herd Immunity secara Alami Berbahaya
YOGYAKARTA, iNews.id - Penerapan strategi herd immunity untuk menghambat penyebaran Covid-19, saat ini menjadi kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Dosen sekaligus peneliti virus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM, Mohamad Saifudin Hakim menilai, herd immunity dengan infeksi secara alami sangat berisiko.
Mohamad Saifudin Hakim, menjelaskan herd immunity atau yang dikenal sebagai kekebalan kelompok merupakan kondisi ketika suatu kelompok atau populasi manusia kebal. Untuk mencapai kekebalan kelompok tersebut, sebagian besar populasi harus memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit.
Dengan begitu, mayoritas populasi yang telah kebal akan dapat melindungi sebagian kecil masyarakat yang belum memiliki kekebalan. Misalnya karena terdapat kontraindikasi dilakukannya tindakan vaksinasi.
"Virus itu kan butuh inang (host) untuk mempertahankan siklus hidupnya. Dan saat individu dalam populasi kebal terhadap virus tersebut maka virus tidak bisa lagi menemukan inang untuk hidup," katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/6/2020).
Hakim menyebutkan terdapat dua cara untuk menciptakan kekebalan kelompok ini. Pertama, secara artifisial melalui tindakan vaksinasi. Hal ini merangsang tubuh membentuk kekebalan sebelum terpapar infeksi suatu penyakit secara alami.
Kedua, secara alamiah dengan infeksi alami. Kekebalan kelompok ini didapat ketika seseorang terinfeksi penyakit secara alami. Selanjutnya, tubuh akan merespons dengan membentuk kekebalan ketika berhasil sembuh dari infeksi tersebut.
"Jadi, ada dua cara untuk membentuk herd immunity, yakni terinfeksi virus atau bakteri secara alami atau dengan vaksinasi," katanya.
Menurutnya, herd immunity melalui vaksinasi akan jauh lebih aman. Sebab, vaksin telah didesain sedemikian rupa baik dari komponen virus. Di samping itu, vaksinasi tidak menyebabkan seorang individu menjadi infeksius.
Sebaliknya, herd immunity dengan infeksi secara alami sangatlah berisiko. Tidak hanya menyebabkan terjadinya sakit atau penyakit, tetapi individu yang terkena infeksi alami juga berpotensi menjadi agen penularan.
Kondisi tersebut akan semakin memakan banyak korban jiwa sampai pada tahap penularan dapat berhenti setelah individu yang tersisa dapat bertahan hidup dan memiliki kekebalan. Sementara itu, dalam kasus Covid-19, belum ada kepastian apakah kekebalan yang didapat secara alami terhadap SARS-CoV-2.
"Sayangnya, untuk kondisi sekarang ini, vaksin masih agak jauh tahap pengembangannya untuk bisa secara efektif mengatasi Covid-19," ujar dosen Departemen Mikrobiologi FKKMK UGM ini.
Penemuan vaksin yang efektif masih menjadi panjang. Sehingga banyak negara harus menekan penularan Covid-19 dengan pembatasan aktivitas sosial yang ketat.
Editor: Nani Suherni