Peternak Sapi di Sleman Diminta Mewaspadai Penyakit LSD
SLEMAN, iNews.id - Peternak sapi di Sleman diminta mewaspadai penyakit "Lumpy Skin Disease" (LSD). Salah satu ciri klinis penyakit ini adalah timbulnya bejolan pada kulit sapi.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman Suparmono menyebutkan penyakit LSD pertama di Sleman ditemukan oleh dokter hewan di wilayah kerja Puskeswan Mlati pada 22 Desember 2022.
"Gejala klinis yang ditemukan berupa benjolan pada kulit sapi yang dicurigai sebagai suspeck penyakit LSD," katanya Senin (26/12/2022).
Suparmono mengatakan, dari informasi pemilik, sapi tersebut dibeli di Pasar Hewan Ambarketawang Gamping, Sleman, dalam kondisi sehat sepuluh hari lalu.
Namun beberapa hari belakangan sapi itu kemudian mengalami kurang nafsu makan dan demam serta timbul benjolan-benjolan kecil di sekitar leher.
Oleh dokter hewan setempat, kejadian ini segera dilaporkan ke aplikasi Isikhnas dan ditindaklanjuti dengan investigasi oleh Balai Besar Veteriner Wates. "Hasil uji laboratorium pada 23 Desember menunjukkan positif LSD," ujarnya.
Suparmono menyebutkan, LSD merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh capripox virus yang termasuk family poxviridae yang juga dikenal dengan nama Neethling Virus.
"Sampai saat ini penyakit LSD ini hanya menyerang ternak sapi dan kerbau yang sering dihubungkan dengan wabah penyakit cacar pada ternak domba (Sheep pox)," ujarnya.
Tanda-tanda klinis yang ditunjukkan jika ternak sapi terserang penyakit ini antara lain, timbulnya benjol-benjol pada kulit sekitar leher dan dapat menyebar ke seluruh tubuh.
"Benjolan tersebut menimbulkan gatal-gatal dan membuat sapi gelisah, kurang nafsu makan dan suhu badan meningkat (demam), dengan masa inkubasi 28 hari," ujarnya.
Penyebaran LSD dapat terjadi karena kontak langsung hewan yang sakit, atau lewat makanan dan minuman yang tercemar penyakit. Bbahkan dipercaya bahwa kondisi penyebaran penyakit diperparah dengan hadirnya transmisi dari vektor pembawa penyakit seperti nyamuk (Culicoides), lalat (Stomoxys sp), dan caplak (Riphicephalus sp).
Meski demikian Suparmono memastikan jika LSD ini tidak menular kepada manusia.
"Virus penyebab LSD dapat ditemukan pada darah hewan terkena dalam kurun waktu tiga minggu setelah terinfeksi bahkan juga dapat ditemui pada semen hewan jantan enam minggu setelah terinfeksi," ujarnya.
Pada kasus LSD di lapangan walaupun tingkat kematian atau mortalitas di bawah 10 persen, namun sering dilaporkan tingkat kesakitan atau morbiditas dapat mencapai 45 persen.
Dampak yang ditimbulkan LSD di antaranya adalah penurunan produksi susu yang signifikan, penurunan berat badan, infertilitas, sterilitas pada sapi pejantan bibit. Kemudian keguguran dan kerusakan kulit permanen sehingga menyebabkan kerugian ekonomi yang besar.
Bupati Sleman, Kustini mengatakan Pemkab Sleman melalui DP3 telah melakukan berbagai langkah strategis sebagai upaya penanggulangan penyakit LSD.
Ppeternak juga diimbau segera melaporkan kejadian penyakit ternaknya kepada petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) terdekat, memisahkan ternak yang sakit (isolasi) serta rutin membersihkan kandang.
"Kami juga minta kandang ternak itu 'biosecurity'-nya ditingkatkan, diberi desinfektan secara rutin, ternak diberikan pakan yang bersih dan berkualitas, serta pengendalian lalu lintas hewan rentan dengan segera dilakukan vaksinasi LSD," ujarnya.
Editor: Ainun Najib