PK Diterima, Guru Besar dan 3 Dosen Fapertan UGM Bebas dari Korupsi

SLEMAN, iNews.id – Guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta bersama dengan tiga dosen Fakultas Pertanian (Fapertan) akhirnya bebas dari jeratan korupsi atas kasus sengketa lahan milik Yayasan Fapertama. Hal ini menyusul hasil putusan hakim dalam peninjauan kembali (PK).
Mereka sebelumnya telah divonis melakukan korupsi dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda masing-masing Rp100 juta oleh Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta 2014 silam. Keempatnya terpidana yakni Guru Besar Fapertan Prof Dr Ir Susamto bin Somowiyarjo dan tiga dosen Ken Suratiyah, Toekidjo dan Triyanto.
Mereka dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, jo Pasal 55 dan 65 KUHP.
Atas putusan itu, mereka langsung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta. Majelis hakim di PT Yogyakarta akhirnya menjatuhkan vonis satu tahun penjara dan denda masing-masing Rp100 juta pada 24 Juli 2015.
Selanjutnya penuntut umum mengajukan kasasi dan terdakwa melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. Hasilnya Mahkamah Agung pada 27 Oktober 2016 menolak pengajuan kasasi baik dari jaksa penuntut dan para terdakwa, sehingga putusan PT Yogyakarta sudah berkekuatan hukum tetap.
Usai turunnya putusan kasasi, terpidana mengajukan peninjauan kembali (PK), sekalius mengajukan permohonan penundaan eksekusi kepada jaksa penuntut umum (JPU).
PK diajukan setelah ada putusan dari MK Nomor 25/PPP-XIV/2016 tertanggal 25 Januari 2017 yang menyatakan bahwa kata “dapat” dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU 31 Tahun 1999 atau UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Selain itu, penasehat hukum terdakwa juga melihat adanya kekhilafan dari hakim atau suatu kekeliruan yang nyata pada putusan Mahkamah Agung yang dimohonkan dalam PK. Sebab dalam putusan majelis hakim tidak ditemukan adanya kerugian negara.
Hingga akhirnya turunlah keputusan PK dengan Nomor 96 PK.Pid.Sus/2018 jo No1685 K/PID.SUS/2015 jo No 5/PID.SUS-TPK/2015/PT.YYK Jo NO22/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Yyk yang menyatakan penuntutan penuntut umum pada Kejaksanaan Negeri (Kejari) Bantul atas keempat terdakwa tidak dapat diterima tertanggal 24 September lalu. Dan salinannya itu baru diterima oleh kliennya pada 11 Oktober 2018.
“Atas putusan ini keempat klien kami dinyatakan tidak bersalah melakukan korupsi,” kata Kuasa hukum terdakwa Augustinus Hutajulu dalam jumpa pers di De Kendhil, Jalan Kaliurang, Sleman, Jumat (19/10/2018).
Untuk itulah mereka berharap nama baik para terdakwa bisa dikembalikan karena putusan ini sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan PK sudah final dan tidak bisa diupayakan hukum lagi.
Putusan ini juga memperkuat tanah yang terperkara merupakan milik Yayasan Pembina Fapertan UGM (Fapertama). Tanah itu selama ini dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pertanian serta tempat praktikum mahasiswa. Dalam perkara ini keuangan negara atau UGM juga tidak pernah dirugikan oleh perbuatan para terdakwa.
Menurut Hutajulu, dalam perkara ini dirinya juga menemukan beberapa permasalahan. Salah satunya penasehat hukum terdakwa yang mendampingi dari HAN dan partner yang dipimpin oleh Heru Lestarianto tidak atau belum mempunyai izin praktik sebagai penasehat hukum terdakwa dan belum pernah disumpah. Hal ini menjadikan para kliennya semakin tersesat (gone astray).
Selain itu, para penyidik juga tidak cermat melakukan kewajiban kepada kliennya. Dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun mereka wajib didampingi penasehat hukum atau jika tidak mampu disediakan negara. Namun nyatanya penasehat hukum yang mendampingi tidak pernah memiliki izin.
“Atas perkara ini kami akan laporkan ke polisi dengan tuduhan penipuan,” ujar Hutajulu.
Editor: Donald Karouw