Protes Hari Tanpa Tembakau Sedunia, KNPK Gelar Kretek Cup

YOGYAKARTA, iNews.id- Komunitas Kretek bersama Komite Pelestarian Nasional Kretek (KNPK) menggelar turnamen bulutangkis bertajuk Kretek Cup untuk melawan Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Turnamen ini sebagai bentuk perlawanan terhadap peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Siti Fatona mengatakan turnamen badminton ini bakal diselenggarakan pada 30 dan 31 Mei 2023. Turnamen ini akan diikuti oleh 80 peserta, di antaranya pekerja media dan komunitas pecinta rokok kretek.
"Kami mempertandingkan 3 kelas yaitu tunggal putra, tunggal puteri dan ganda campuran," ujar dia, Selasa (30/5/2023).
Dengan turnamen bulutangkis ini, pihaknya ingin membuktikan kepada kaum antirokok yang mengkampanyekan narasi perokok itu tidak sehat adalah salah. Dengan olah raga ini, komunitas pecinta rokok kretek ingin menunhykkan jika Perokok juga melakukan aktivitas olah raga sama seperti mereka yang tidak merokok.
Dia juga menepis anggapan bahwa perokok itu tidak kuat dalam berolah raga. Sebab, Komunitas Kretek bersama komunitas yang lain telah rutin berolahraga. Untuk olah raga bulutangkis telah mereka lakukan sebanyak dua kali seminggu. Tak hanya bulutangkis karena mereka juga melakukan olahraga futsal. "Apakah kita tidak kuat? Oh, tentu keliru. Kami baik-baik saja,” kata Fatona.
Fatona juga menambahkan bahwa perayaan 31 Mei tentang Hari Tanpa Tembakau Sedunia adalah perayaan paradoks. Jika memang berbahaya maka dia meminta agar tembakau itu di-ilegalkan saja. Dan jika perlu, maka dia meminta untuk ditutup saja pabriknya. "Pabriknya tutup saja, Bahkan, buat aturan tembakau dilarang ditanam,” ujar Fatona.
Fatona juga menambahkan bahwa pemerintah tidak bisa menutup mata bahwa sumbangan dari cukai tembakau terhadap negara sebesar Rp200 triliun lebih. Pemerintah harus jujur bahwa cukai hasil tembakau berkali-kali menyelamatkan negara bahkan di saat pandemi sekalipun.
Fatona juga menduga bahwa gerakan anti tembakau disponsori kepentingan asing. Sebab tembakau ini memiliki nikotin yang sayangnya tidak bisa dipatenkan. "Nah, kemudian ada pihak-pihak asing yang berupaya untuk mengendalikannya agar menjadi bisnis," kata Fatona.
Senada dengan Fatona, Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Moddie Alvianto Wicaksono menilai bahwa mereka yang merayakan hari tanpa tembakau sama seperti merayakan anti kehidupan. Karena akan menjadi aneh apabila tembakau yang telah turun temurun menjadi hajat hidup masyarakat Indonesia, justru dirayakan dengan hal-hal yang tidak semestinya. " Merayakan Hari Tanpa Tembakau itu sama saja merayakan anti kehidupan," ujar Moddie.
Selama ini, tembakau memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia. Ada sekitar 6,1 juta masyarakat Indonesia berkecimpung di industri hasil tembakau. Mulai dari petani tembakau, pembuat keranjang, perajang daun tembakau hingga buruh melinting.
Dengan menanam tembakau, mereka bisa memaknai kehidupan yang lebih baik. Karena dari tembakau, mereka bisa menghidupi kebutuhan keluarga, yang tidak hanya kebutuhan sehari-sehari melainkan biaya pendidikan.
"Maka, patut bersyukur bahwa dengan tembakau, mereka mampu mendapatkan sesuatu yang bermanfaat," ucap Moddie.
Hal-hal seperti inilah yang sering kali sulit dilihat oleh pemerintah. Apalagi patut diingat bahwa industri hasil tembakau menyokong penerimaan negara melalui cukai yang disetorkan setiap tahun.
"Tren penerimaan negara dari cukai hasil tembakau selalu meningkat dan bahkan melampaui target dari tahun ke tahun. Hal ini penting dan patut diingat betul oleh pemerintah," kata Moddie.
Moddie khawatir adanya perayaan hari tanpa tembakau sama saja mereka, kaum antitembakau, mengingkari realitas bahwa tembakau tidak memiliki manfaat untuk kehidupan. Apalagi ada dorongan bahwa tembakau layak disamakan dengan narkotika karena mengandung zat adiktif.
"Adanya gagasan atau usulan untuk menyamakan tembakau dengan narkoba adalah gagasan di luar nalar manusia. Bagaimana ceritanya tembakau adalah produk legal disamakan dengan narkoba yang jelas-jelas produk ilegal," ucap Moddie.
Editor: Ainun Najib