Puasa Latihan Berakal dengan Kalbu

JAKARTA, iNews.id - “Setiap amalan manusia adalah untuk-Nya kecuali puasa, sebab ia (puasa) hanyalah untukKu dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ” (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

Hadis di atas menjelaskan tentang puasa adalah aktualisasi La Ilaha Illallah, bahwa semuanya akan hilang, kekuasaan, kekayaan dan kenikmatan duniawi, kecuali Allah dan beserta Allah.

Filosof Muslim, Musa Asy’arie mengatakan, puasa adalah laku menuju keabadian dalam Allah, karena hanya Allah yang abadi. Puasa untuk Allah adalah jalan menuju keabadian dalam Allah, dan Allah sendiri yang akan membalasnya.

“Membaca dengan berakal kalbu, membuka tabir makna ibadah puasa untuk Allah dan Allah sendiri yang akan membalasnya. Karena itu, manusia harus menjauhi dugaan-dugaannya sendiri yang terbatas tentang pahala puasa dari Allah,” kata mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2010-2015 itu dalam tulisan kelas filsafat yang dikutip iNews.id dari laman Facebook, Kamis (16/5/2019).

Menurut Musa, makna terdalam puasa adalah meninggalkan sesuatu yang sementara sifatnya, makan minum dan kenikmatan duniawi, menuju sesuatu yang abadi, menjadi hamba Allah yang bertakwa dalam ridlo dan rahmat-Nya. Hidup manusia ada dalam Allah dan di luar Allah tidak ada keabadian.

“Jika kita ingin menjangkau tingkatan ihsan yaitu “anta’budallah ka-annaka tarahu, wa-in lam takun tarahu fainnahu yaraka” suatu jalan ibadah seakan-akan kita melihat Allah, maka dalam puasa kita berhubungan secara intensif selama sebulan dengan Allah seakan-akan melihat-Nya. Tapi ini semua hanya dimungkinkan kalau kita berakal dengan kalbu,” ujarnya.

Editor: Kastolani Marzuki