BANTUL, iNews.id – Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berhasil mengembangkan alat penghasil biogas otomatis menggunakan tenaga hybrid berbasis IOT (Internet of Things). Alat ini diciptakan untuk meningkatkan hasil produksi biogas di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Pandan Mulyo di Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, DIY.
Alat ini diberi nama Biothings V2. Ada beberapa mahasiswa yang berkerja sama menciptakan alat ini. Diantaranya Neneng Thoyyibah dari prodi Pendidikan Teknik Mekatronika, Ardi Jati Nugroho Putro dan Dwi Sarwantod dari prodi Pendidikan Teknik Mesin, Muhamad Nur Azis dari prodi Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, serta Amalia Rohmah dari prodi D3 Teknik Elektronika.
Belitung Punya Pembangkit Listrik Biogas Pertama di Indonesia
Menurut Neneng, alasan pembuatan alat ini karena biogas yang dihasilkan di tempat tersebut masih minim. Hasilnya baru dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Selain itu proses pembuatannya juga masih manual. Mulai dari pencampuran air dan kotoran sapi.
“Dengan alat ini, pembuatan biogas bisa mengatur suhu agar hasil biogas lebih optimal” kata Neneng, di Bantul, Kamis (3/10/2019).
Ini Alasan Warga Purworejo Pilih Biogas daripada Elpiji
Alat ini memiliki keunggulan karena dapat membuat biogas secara otomatis. Mulai dari penakaran dan pengadukan air dan kotoran sapi.
Sensor-sensor yang ada pada alat ini bisa dikontrol dengan menggunakan smartphone. Sedangkan energi yang dibutuhkan untuk mengaktifkan Biothings V2 menggunakan tenaga hybrid.
Bahan utama yang dibutuhkan alat ini antara lain water level control, sensor LM35, Modul wifi ESP 8266 dan LCD monitor. Sedangkan bahan elektroniknya di antaranya LED indikator dan LED strip.
Dalam Biothings ini terdapat beberapa bagian alat yaitu alat sensor penakar air dan kotoran sapi untuk menakar pencampuran secara otomatis. Sensor yang digunakan untuk kotoran sapi adalah Load Cell, sedangkan sensor untuk air adalah water level control (WLC).
Prinsip kerja dari kedua sensor ini yaitu bila ada kotoran sapi yang masuk ke dalam wadah maka sensor Load Cell akan otomatis bekerja dan akan menghubungkan dengan WLC. Sehingga takaran antara air dan kotoran sapi akan pas yaitu satu banding satu.
Dalam pengadukan, dapat ditentukan kecepatannya mulai dari lambat, sedang dan cepat dengan cara menekan tombol yang ada pada motor yang terpasang pada luar tabung. Sedangkan Sensor suhu dan kelembaban yang digunakan adalah DHT11.
Sensor suhu dan kelembaban ini dimasukkan ke dalam tabung yang berisi kotoran sapi air tadi. Sensor ini digunakan untuk mengendalikan suhu dan kelembaban agar biogas yang dihasilkan lebih optimal, antara 40-50 derajat celcius.
Untuk pemantauan suhu, DHT11 dihubungkan dengan smartphone menggunakan ESP8266 dan dapat diakses dengan internet.
“Sensor ini akan mengatur agar suhunya optimal,” kata Amalia.
Editor: Umaya Khusniah