Status Tanah Tutupan di Parangtritis Tak Jelas, Dulu Jadi Benteng Jepang Lawan Sekutu

YOGYAKARTA, iNews.id - Pemda DIY akan mengembalikan status tanah Tutupan di Parangtritis, Kretek Bantul, kepada orang yang berhak. Dulu tanah ini berupa bukit untuk benteng tentara Jepang dalam melawan sekutu.
Pemda DIY telah menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengembalikan tanah ini kepada yang berhak. Gubernur sebagai Ketua Gugus Reforma Agraria DIY telah sepakat menyelesaikan persoalan tanah tutupan Jepang secara bertahap.
Tahun 2022 ini, Tim Reforma Agraria akan mulai melakukan pendataan atau pemetaan berbagai persoalan yang ada. Kemudian tahun 2023 mendatang mereka menyusun materi tehnik dan tahun 2024 eksekusi Konsolidasi (penataan) Tanah Tutupan Jepang ini.
Ketua Masyarakat Pemanfaat Tanah Tutupan Jepang, Suparyanto mengatakan, saat ini status nama pemilik lahan ini ada di dalam letter C yang tercatat dan buku legger yang ada di Kalurahan Parangtritis. Dia sudah berjuang untuk mendapatkan status tanah sampai di pusan namun tidak mendapatkan rekomendasi dari Pemda DIY.
“Karena DIY istimewa, maka semuanya tergantung pada Sultan. Bulan Oktober 2021 lalu, Sultan telah sepakat mengembalikan tanah Tutupan Jepang ke yang berhak," ujarnya, Minggu (6/3/2022).
Menurutnya, Tanah Tutupan Jepang berupa perbukitan yang membujur dari Jembatan Kretek di Sungai Opak hingga Pantai Parangtritis. Luasnya mencapai 118 Hektare dan terbagi 256 bidang tanah yang telah memiliki alas hak Letter C pada jaman penjajahan Belanda. Pemegang letter C merupakan generasi ketiga dan kelima dan semua nama yang ada sudah meninggal. Kondisi mengakibatkan pemilik letter C berkembang menjdi 1.400 orang.
“Status kepemilikan Tanah Tutupan Jepang masih menggantung karena ketidakpastian yang berlangsung selama 70 tahun lebih,”katanya.
Tanah ini sejatinya adalah tanah rampasan bangsa Jepang ketika menjajah Indonesia. Jepang menggunakan perbukitan untuk benteng pertahanan dari serangan Sekutu. Jepang telah mendirikan bunker-bunker di atas bukit pinggir pantai untuk mengintai pergerakan tentara Sekutu.
Dari atas bukit, mereka leluasa melihat laut dan akan mengetahui ketika tentara sekutu tiba sewaktu-waktu. Jepang lantas membangun pagar dari besi mengelilingi hutan yang ada di Tanah perbukitan tersebut dan melarang warga mendekat.
"Tanah Tutupan itu sebenarnya alas (hutan). Jepang memagarinya karena tidak menginginkan masyarakat beraktivitas di sana sekalipun untuk menggembala dan mencari pakan ternak. Karena dilarang maka warga menyebut tanah itu tertutup (terlarang) dan disebutlah tanah tutupan," ujarnya.
Setelah bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, Jepang kalah dengan sekutu. Ssemua tentara ditarik termasuk di Indonesia. Tanah yang sebelumnya dirampas ditinggal begitu saja, termasuk tanah tutupan ini.
Belanda yang datang membonceng sekutu berusaha kembali menjajah Indonesia. Namun Sultan HB IX sudah menyatakan bergabung ke NKRI. Sultan lupa jika ada tanah Tutupan Jepang seluas 118 hektare di Parangtritis dan sampai sekarang statusnya masih menggantung.
“Sampai sekarang statusnya belum jelas,”katanya.
Editor: Kuntadi Kuntadi