UMP DIY Terendah se-Indonesia, Buruh Tolak Kenaikan hanya 8,03 %
YOGYAKARTA, iNews.id – Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menaikkan upah Minum Provinsi (UMP) sebesar 8,03 persen ditolak oleh buruh yang ada di Yogyakarta. Mereka menilai kenaikan ini terbilang masih sangat kecil.
Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kirnadi mengatakan, sesuai dengan hasil survei Kebutuhan hidup layak (KHL), buruh DIY idealnya mendapat upah Rp2,5 juta sampai Rp2,9 juta. Namun yang terjadi UMP di DIY masih jauh dari harapan. Pada 2018 ini, upah buruh di DIY bahkan hanya Rp1,45 juta.
“Kami dari DPD KSPSI DIY menolak jika gubernur hanya menentapkan UMP sesuai SK Menaker sebesar 8,03 persen,” kata Kirnadi, Jumat (19/10/2018).
Dia melihat penetapan UMP yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 sangat menyengsarakan rakyat. Dalih kenaikan dengan mendasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dijadikan acuan UMP kurang pas.
“Kalau kenaikan upahnya segitu akan semakin menenggelamkan DIY dengan upah buruh terendah di Indonesia,” ujar Sekretaris Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) tersebut.
Sementara itu, Sekda DIY Gatot Saptadi mengatakan kebijakan UMP yang diputuskan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi masih akan diproses. Mekanisme penentuan UMP akan dibahas dengan dewan pengupahan. Dimana salah satu point utama dalam menentukan kenaikan UMP pada tingkat inflasi dan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) DIY.
“Memang upah buruh di DIY paling rendah di Indonesia,” ucapnya.
Menurutnya dalam penentuan upah buruh akan dilakukan dengan pertemuan secara tripartite. Yakni melibatkan buruh, pemerintah dan pengusaha. Nantinya ketiga institusi ini akan terlibat dan duduk bersama. “Semuanya harus duduk bersama agar tidak ada yang dirugikan,” ujarnya.
Editor: Donald Karouw