YOGYAKARTA, iNews.id - Kota Yogyakarta dilintasi Sungai Gajah Wong yang mengalir dari Gunung Merapi sampai di Laut Selatan. Sungai atau kali ini tidak begitu besar namun namanya cukup unik yang menarik untk disimak Asal Usul Sungai Gajah Wong Cerita Yogyakarta.
Melansir dari laman resmi Kemendikbud dan berbagai sumber lainnya, Sungai Gajah Wong merupakan ekosistem aquatik yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat sekitarnya. Pemanfaatan aliran sungai Gajah Wong dikategorikan ke dalam golongan B, yaitu sebagai sumber air minum yang harus diolah terlebih dahulu.
Pada masa kejayaan kerajaan Mataram, yang dipimpin Sultan Agung, hidup seorang abdi dalem kerajaan bernama Ki Sapa Wira. Dia merupakan serati (pawang) gajah yang cukup mumpuni yang bertugas memberi makan dan memandikan gajah milik Sultan setiap hari.
Gajah itu diberi nama Kyai Dwipangga, yang berasal dari negeri Siam (Thailand). Gajah ini sangat penurut dan diperlakukan seperti anak oleh Ki Sapa Wira.
Pada suatu hari, Ki Sapa Wira mengalami sakit pada lengannya lantaran tumbuh bisul besar di bawah ketiak. Sakitnya sungguh tidak tertahankan sampai membuatnya panas demam. Karena sakitnya itu, dia tidak bisa melaksanakan tugasnya memberi makan dan memandikan gajah milik raja.
Ki Sapa Wira kemudian meminta bantuan adik iparnya, Ki Kerti Pejok untuk menggantikan memandikan gajah raja. Permintaan itu dilaksanakan dengan senang hati. Namun sebelum menjalankan tugasnya, adiknya minta petunjuk untuk mengurus gajah. Dia takut gajah akan marang dan menyerangnya
"Sangat mudah Kerti, biasanya kalau gajah itu mulai gelisah aku akan menepuk-nepuk pantatnya. Setelah itu aku tarik ekornya. Nanti gajah akan kembali tenang dan akan berendam sendiri. Kau tinggal memandikannya," jelas Ki Sapa Wira.
Keesokan harinya, Ki Kerti menuju kandang gajah dan mengajaknya menuju sungai yang biasa digunakan oleh Ki Sapa Wira memandikan Ki Dwipangga. Sepanjang perjalanan Ki Kerti mengajak Kyai Dwipangga mengobrol, berbagai buah pun ia bawa sebagai bekal makan gajah itu.
Sesampainya di sungai, Ki Kerti Pejok melaksanakan tugasnya dengan mudah. Digosoknya seluruh bagian tubuh Kyai Dwipangga sampai bersih dan berkilap. Setelah itu mereka pulang ke keraton Mataram.
Setelah mengembalikan gajah ke kandang, Ki Kerti kemudian menemui Sapa Wira dan menanyakan apakah masih butuh bantuan. Saat itu dijawab untuk memandikan sekali lagi karena Sapa Wira masih demam. Sedangkan gajah harus dimandikan setiap hari.
Keesokan harinya, Ki Kerti Pejok kembali menjemput Kyai Dwipangga. Pagi itu langit tampak mendung, tetapi tidak menunjukkan akan turun hujan. Ia tidak tahu kalau di hulu sungai akan terjadi hujan deras. Sesampainya di sungai, ia sangat kecewa dan menggerutu karena airnya dangkal.
Ki Kerti kemudian mengajak gajah mencari sungai yang lebih dalam di bagian hilir sungai agar bisa dipakai untuk berendam.
Saat sedang menggosok-gosok tubuh Kyai Dwipangga, tiba-tiba terdengar suara gemuruh air dari arah hulu sungai. Seketika, menyeret Ki Kerti dan Kyai Dwipangga hingga akhirnya hanyut dan tenggelam di laut Selatan. Untuk mengingat kejadian tersebut, Sultan Agung lalu menamai Sungai Gajah Wong, karena menghanyutkan gajah dan orang (wong dalam bahasa Jawa).
Nah itulah sedikit kisah tentang sejarah asal-usul nama sungai Gajah Wong. Pesan moral yang ingin disampaikan dari cerita rakyat Yogyakarta tersebut adalah agar kita jangan menyepelekan atau mengabaikan kata-kata orang lain.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait