Museum Memorial Jenderal Besar HM Soeharto di Kemusuk, Sedayu, Bantul. Di Dusun Kemusuk ini Belanda melakukan pembantaian massal. (Foto : iNews.id/Erfan erlin)

BANTUL, iNews.id-Serangan Oemoem 1 Maret menjadi momen penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Namun tak banyak yang tahu jika ada peristiwa lain menjadi rangkaian serangan umum 1 Maret 1949. Tentara Belanda melakukan pembantaian ketika mengejar Soeharto, dalang serangan Umum 1 Maret 1949.

Ketua Yayasan Kajian Citra Bangsa (YKCB), Mayjen TNI (Purn) Lukman R Boer mengatakan, pembantaian massal oleh tentara Belanda ini terjadi di Kemusuk Kelurahan Argomulyo, Sedayu, Bantul. Dusun Kemusuk dikenal sebagai tanah kelahiran Soeharto. 

Di Dusun Kemusuk ini ini ada  202 warga yang menjadi korban pembantaian tentara Belanda pada 7-8 Januari 1949.

"Peristiwa Kemusuk-Somenggalan adalah rangkaian peristiwa yang berkait erat dengan Serangan Oemoem 1 Maret 1949. Saat itu tercatat 202 warga Kemusuk-Somenggalan yang meninggal dunia, karena Belanda yang tak bisa menemukan Soeharto di rumahnya," ujarnya dalam Seminar Nasional 'Memaknai Peristiwa Kemusuk-Somenggalan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949' di Museum Memorial Jenderal Besar HM Soeharto di Kemusuk, Selasa (28/2/2023). 

Lukman R Boer menceritakan Belanda melakukan agresi militer kedua dan pada tanggal 19 Desember 1948 berhasil menduduki Jogja. Hal tersebut membuat Soeharto yang saat itu berpangkat Letkol berkeliling di luar Jogja untuk mengumpulkan pasukan. 

Menurutnya, saat itu Soeharto berhasil menemui pasukannya. Akhirnya pada tanggal 29 Desember 1948 Soeharto melakukan penyerangan di sekitar Kantor Pos Besar, Secodiningratan, Ngabean, Patuk, Sentul dan Pengok 

Selain karena Jogja berhasil diduduki Belanda, Soeharto juga bertekad melakukan balas dendam kepada Belanda karena saat Belanda menyerang Yogyakarta, Soeharto sedang tidak berada di kota tersebut 

Soeharto merasa tidak mampu memenuhi tanggung jawab wilayah yang dibebankan kepadanya dan merasa bersalah pada rakyatnya, utamanya kepada warga Jogja. Lantaran tak bisa menjalankan tanggung jawab yang diberikan oleh divisi, yaitutanggung jawab Kota Jogja.

Serangan itu menimbulkan banyak korban jiwa dan bangunan yang hancur di pihak Belanda. Mendapat serangan ini membuat Belanda marah besar. 

Belanda langsung memburu pemimpin serangan 29 Desember malam itu. Ketikat itu belanda langsung menyebar inteljen guna mencari siapa yang memimpin serangan tersebut.

"Belanda kaget, Iho kok ada (serangan) katanya TNI sudah kalah, Republik sudah bubar bilangnya radio Belanda tapi kok saya diserang. Siapa ini kepalanya, siapa yang menyerang," ujarnya.

Usai menyebar inteljen mereka kemudian mengetahui jika serangan tersebut adalah hasil karya Soeharto. Belanda pun langsung mengerahkan pasukan besar-besaran untuk mencari Soeharto ke tanah kelahirannya di Kemusuk.

Pencarian di Kemusuk mulai berlangsung sejak datangnya pasukan Belanda pada tanggal 6 Januari 1949. Masyarakat tentu saja tidak mau memberitahu di mana keberadaan Soeharto. 

Tak puas, Belanda pada tanggal 8 Januari 1949 kembali  ke Kemusuk lagi dengan membawa pasukan lebih besar. Belanda melakukan pembunuhan massal dan rumah-rumah dibakar. Dusun Kemusuk luluh lantak dibakar oleh Belanda. Tentara Belanda yang kalap berbuat nekat dengan melakukan pembunuhan massal atau genosida. 

"Rakyat sini tidak tahu, semua tidak mengaku. Karena tidak mengaku digebukin, ditembak, dan dipaksa tetap tidak mengaku," ujar Mayjen TNI (Purn) Lukman R Boer.

Saat itu disebut telah terjadi pembunuhan 300 orang lebih. "Korban lebih dari 300 orang, tapi yang terkumpul oleh Pak Probosutejo tahun 1991 ada 202 (korban) yang sekarang dimakamkan di makam Somenggalan," lanjut Lukman. 

Dia berharap peristiwa yang terjadi di Kemusuk sebelum Serangan Oemoem 1 Maret ini menyadi catatan sejarah yang diingat bangsa Indonesia.

Penulis sejarah dari YKCB ini menambahkan peristiwa Kemusuk-Somenggalan muncul karena Belanda terusik dengan serangan sebelumnya yang dilakukan Letkol Soeharto yakni 29 Desember 1948 di Kantor Pos Besar, Ngabean, Patuk, Sentul dan Pengok. 

"Desa Kemusuk berubah menjadi ladang pembantaian, genosida ini bisa dikategorikan dalam pelanggaran HAM yang berat. Peristiwa Kemusuk juga menandai perjuangan Soeharto memimpin lima kali serangan yakni 29 Desember 1948, 9 Januari 1949, 16 Januari 1949 dan 4 Februari 1949 juga 1 Maret 1949 yang membuka mata dunia," ujarnya.  

Pembicata lainnya Prof Djoko Suryo  mengatakan peristiwa tersebut menandai jiwa patriotisme bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah. 

Menurutnya momentum peringatan 1 Maret harus dimaknai dengan mengambil semangat perjuangan untuk menjalani kehidupan bangsa ke depan. Belanda ingin tidak mengakui proklamasi dan mengambil alih kembali Indonesia. Namun bagaimana perjuangan segenap rakyat Indonesia, bersatu untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. 

"Kita harus berbuat sesuatu yang baik agar perjuangan para pendahulu kita tidak sia-sia," tandas Djoko Suryo. 


Editor : Ainun Najib

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network