Teknologi dan kemajuan memaksa siapapun untuk tetap belajar, karena kondisi apapun informasi yang ada lewat transmisi siber bisa dipotong di tengah jalan. Apabila dipotong di tengah jalan, akan ada ketidak utuhan karena bisa ditambah, dikurangi dan bisa bocor.
Hal-hal seperti itu merupakan suatu tantangan yang luar biasa baik menyangkut masalah peralatan itu sendiri yang bisa disalahgunakan ataupun mungkin permasalahan lainnya. Semua itu menjadi tantangan di masa depan.
Sri Sultan berharap, pengamanan siber dan sandi di departemen-departemen dan lembaga-lembaga negara termasuk di kedutaan-kedutaan besar Indonesia di luar negeri harus ditingkatkan. Hal ini sebagai upaya mengamankan republik ini dari kemungkinan-kemungkinan penyalahgunaan ruang siber.
"Pemerintah daerah juga wajib berbuat sesuatu mengikuti perkembangan tantangan zaman tapi juga menjaga berita rahasia,"ujarnya.
Sri Sultan berharap penghargaan ini bisa memberikan ruang pemahaman sebagai salah satu bentuk literasi pada publik atas pentingnya Badan Siber dan Sandi Negara. Mereka memegang peranan strategis dalam pengamanan bagi jutaan rakyat indonesia.
“Semoga Badan Siber dan Sandi Negara ini sukses melaksanakan tugas kewajibannya menjaga rahasia negara dan kita juga merasa aman dan nyaman berada dalam lingkungan NKRI,” kata Sultan.
Pada 2006 lalu, Sri Sultan HB X menyampaikan gagasan untuk menampilkan benda-benda terkait sejarah persandian di Museum Perjuangan Yogyakarta. Gagasan itu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim pengisian koleksi Museum Sandi di DIY. Tepat pada 29 Juli 2008 dilaksanakan peresmian museum kriptografi pertama di Indonesia sekaligus ketiga di dunia dengan nama Museum Sandi.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait