KULONPROGO, iNews.id - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta bekerja sama dengan Wild Rescue Center (WRC) Jogja melakukan pelepasliaran enam ekor ular sanca kembang (Malayophyton Reticulatus) di Kawasan Suaka Margasatwa, Sermo, Kulonprogo, Jumat (25/5/2021). Ular ini merupakan hasil penetasan telur yang ada di WRC.
Pelepasliaran ini menjadi rangkaian memperingati Hari Konservasi Alam Nasional Tahun 2021. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pelepasliaran satwa di seluruh wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) secara serentak dan simultan mulai dari Bulan Mei hingga Desember 2021, dengan mengambil tema “Living In Harmony with Nature: Melestarikan Satwa Liar Milik Negara”.
Ular Sanca Kembang yang dilepas merupakan hasil penetasan telur dari penyerahan Damkar DIY yang dititipka perawatannya di WRC pada tanggal 27 Desember 2020. Selama enam bulan ular sanca tersebut dirawat WRC hingga siap dilepasliarkan.
“Ada enam ekor ular sanca kembang yang dilepasliarkan di kawasan Suaka Margasatwa Sermo,” kata Kepala Balai KSDA Yogyakarta, Muhammad Wahyudi dala siaran persnya, Minggu (27/6/2021).
Kegiatan pelepasliaran ini dilaksanakan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE No. SE.8/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelepasliaran Satwa Liar di Masa Pandemi Covid-19. Selama kegiatan menggunakan protokol kesehatan di masa pandemi dan memenuhi animal welfare.
Ular Sanca Kembang merupakan jenis satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, Sanca Kembang berstatus Least Concern atau spesies beresiko rendah untuk punah di alam liar dan termasuk appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Wahyudi mengatakan, di wilayah DIY masih terdapat potensi konflik satwa dengan manusia salah satunya ular Sanca Kembang. Perkembangan infrastruktur secara tidak langsung memberikan dampak kepada masyarakat dan habitat satwa. Semakin dekatnya permukiman dengan habitat satwa menjadikan potensi konflik semakin besar.
Tidak hanya satwa saja yang menjadi korban, namun manusia juga beresiko untuk menjadi korban dari konflik ini. Kawasan konservasi seperti suaka margasatwa diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif solusi untuk meminimalkan konflik dengan membiarkan satwa hidup di kawasan suaka margasatwa.
“Dengan tersedianya pakan yang cukup bagi satwa, semoga tidak ada satwa yang keluar ke permukiman dan menganggu tanaman milik masyarakat,” katanya.
Pelepasliaran ini menjadi upaya mengembalikan satwa jenis reptil tersebut ke habitatnya. Satwa juga bisa berkembang biak dan menghindari dari kepunahan.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait