JAKARTA, iNews.id - UMK Jogja 2023 dituntut naik menjadi Rp4,2 juta. Hal ini disampaikan oleh Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) yang menuntut Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk menaikkan upah Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar Rp3,7 juta hingga Rp4,2 juta.
Diketahui, UMK Kota Yogyakarta pada 2022 sendiri ditetapkan sebesar Rp2.153.970 per bulan, naik 84.440 atau 4,08 persen dari tahun 2021. Sedangkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY 2022 adalah sebesar Rp1.840.915,53 atau naik 4,30% dari sebelumnya sebesar Rp1.765.000.
Terdapat sejumlah alasan yang mendasari tuntutan buruh terhadap kenaikan UMK Jogja 2023 ini.
Buruh Minta UMP Jogja 2023 Naik
Menurut Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Irsyad Ade Irawan, jumlah upah yang diterima buruh dalam satu bulan lebih kecil dibanding dengan jumlah pengeluaran kebutuhan hidup layak (KHL).
Oleh karena itu, buruh di DIY harus menanggung defisit ekonomi karena rendahnya upah yang diterima.
Berdasarkan survei yang dilakukannya, Ade menjelaskan, nilai KHL di Kota Yogyakarta serta Sleman adalah di atas Rp4 juta pada tahun 2022. Sedangkan KHL di Kabupaten Bantul. Kulon Progo, serta Bantul berkisar antara Rp3,7 juta hingga Rp3,9 juta.
Menurutnya, penetapan upah menjadi sangat penting dalam strategi pengentasan kemiskinan.
Ia juga menyebutkan bahwa kenaikan upah perlu dilakukan mengingat har-harga kebutuhan pokok naik.
Penghitungan UMK 2023
Dinas Sosial tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta mengatakan masih menunggu hasil survei dari Badan Pusat Statistik (BPS terkait variabel yang digunakan sebagai bagian dari penghitungan UMK Kota Yogyakarta 2023.
Menurut Kepala Bidang Kesejahteraan Industrial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta Rihari Wulandari, penghitungan UMK 2023 akan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021.
Dilansir oleh ANTARA, mengacu pada peraturan tersebut, penghitungan UMK 2023 akan memperhatikan berbagai indikator, di antaranya inflasi, pertumbuhan ekonomi ditambah dengan variabel lain seperti konsumsi rata-rata dalam satu keluarga, jumlah pekerja di dalam satu keluarga dan lainnya.
“Jadi, tugas Dewan Pengupahan pada tahun ini hanya menghitung saja berdasarkan rumus yang sudah ditetapkan. Tinggal memasukkan angka sesuai hasil survei dari BPS,” ungkap Rihari.
Selain itu, penentuan UMK 2023 juga sudah tidak lagi didasarkan pada survei KHL, yang mana pada tahun lalu menjadi bagian pertimbangan penyusunan rekomendasi UMK.
“Jadi, untuk penghitungan UMK 2023, semua mengacu pada angka dan rumus. Tidak ada lagi perbedaan pendapat antara pengusaha dan serikat pekerja,”lanjutnya.
Editor : Komaruddin Bagja
Artikel Terkait