YOGYAKARTA, iNews.id – Penanganan stunting di Kota Yogyakarta cukup bagus, dengan angka prevalensi 10 persen di bawah angka nasional. Hanya saja pada 2020 terjadi kenaikan kasus dibanding 2010 yang diakibatkan pandemi Covid-19.
“Kami akan berupaya untuk menurunkan angka stunting, meski saat ini angka prevalensinya 10 persen,” kata Kepala Seksi Kesehatan dan Gizi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Riska Novriana pada Diseminasi Pemetaan dan Analisis Program Stunting di Yogyakarta, Selasa (9/3/2021).
Riska mengatakan, dibandingkan tahun 2019, terdapat kenaikan jumlah kasus stunting di Kota Yogyakarta. Hal ini dimungkinkan adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan operasional Posyandu sempat berhenti selama kurang lebih lima bulan. Selain itu ada peningkatan angka kemiskinan yang berdampak pada asupan gizi pada masyarakat.
Penanganan masalah stunting perlu ada kolaborasi dan integrasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Permasalahan stunting bukan hanya terkait dengan kesehatan, namun dari berbagai permasalahan lain yang komplek.
“Tidak hanya terkait kesehatan tetapi juga kemiskinan, ketahanan pangan, sanitasi, ketersediaan air bersih, pendidikan calon pengantin, dan pendidikan pola asuh orangtua,” katanya.
Kota Yogyakarta menjadi satu dari 320 kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai fokus intervensi penurunan stunting terintegrasi tahun 2022. Namun program yang ada sudah dirintis mulai tahun ini.
Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Herristanti mengatakan, terdapat dua intervensi yang dilakukan untuk menurunkan angka stunting. yakni Intervensi Gizi Spesifik yang ditujukan pada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan kepada ibu sebelum masa kehamilan serta Intervensi Gizi Sensitif yang meliputi berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan yang menyasar masyarakat umum di lokus tertentu.
“Intervensi Gizi Spesifik bersifat jangka pendek dan dilakukan oleh Dinas Kesehatan sementara Intervensi Gizi Sensitif bersifat jangka panjang dan memiliki bobot 70 persen,” katanya.
Tahun ini ada 10 wilayah yang menjadi lokus intervensi penurunan stunting secara terintegrasi, yaitu Kricak, Terban, Pringgokusman, Wirobrajan, Suryodiningratan, Prawirodirjan, Gunungketur, Keparakan, Semaki, dan Rejowinangun.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait