Kepala Stasiun Klimatologi Mlati BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas mengatakan angin kencang disertai hujan sedang-lebat melanda kawasan Merapi. Tepatnya di wilayah Kecamatan Pakis, Sawangan, Ngablak, dan Kajoran, Kabupaten Magelang.
“Bahkan angin kencang yang sifatnya lokal ini telah menyebabkan atap rumah beterbangan dan pohon tumbang yang berakibat tertutupnya akses jalan,” katanya, Minggu (20/10/2019).
Angin kencang, kembali terjadi pagi tadi sekitar pukul 10.00 WIB di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang dan di lereng sebelah barat-barat daya dan tenggara Merapi. Debu-debu tebal beterbangan hingga menutupi pandangan mata.
“Angin kencang ini bersifat sangat lokal, sebab selain mengacu kepada konsentrasi wilayah kerusakan, kecepatan anginnya pun berbeda dengan dataran rendah,” katanya.
Di lereng Merapi kecepatan angin mencapai 80 km/jam (skala fujita), sedangkan pengukuran di Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta mencapai 16 km/jam. Pada malam hari, kecepatan angin bertambah.
BMKG memperkirakan peningkatan aktivitas Merapi, ikut andil terhadap munculnya angin kencang ini. Gunung Merapi sempat erupsi awan panas, Senin (14/10/2019) yang diikuti guguran lava Selasa (15/10/2019).
Hal ini menyebabkan peningkatan suhu permukaan di kawasan Puncak Merapi sehingga tekanan udara di wilayah ini menjadi cukup rendah. Dalam skala tertentu, tekanan udara permukaan berbanding terbalik dengan suhu udara permukaan.
Suhu yang lebih panas akibat erupsi Merapi dan guguran lava, mampu menurunkan tekanan udara permukaan. Karena perbedaan tekanan, udara mengalir ke wilayah dengan suhu lebih panas tersebut.
Kejadian hujan dengan intensitas sedang-lebat disertai angin kencang Minggu (20/10/2019) malam dipicu oleh anomali aliran angin lembah atau angin mengalir dari lembah ke arah gunung. Angin ini membawa udara dingin dan lembab sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan Cumulonimbus (Cb) di lereng pegunungan.
Angin lembah biasanya terjadi siang hari saat dataran yang lebih luas dan lebih rendah mendapat pemanasan matahari yang cukup. Di areal pegunungan, dimana secara umum puncak gunung suhu udara permukaan biasanya lebih dingin di bandingkan daerah di lereng maka sirkulasi udara lokal cenderung bergerak turun (angin gunung).
Namun, saat kondisi di tempat lebih panas di bagian atas, maka sirkulasi lokal itu dapat berbalik sehingga menyebabkan angin lembah atau angina dari atas ke bawah menjadi lebih kuat dari biasanya.
“Pada topografi tertentu, angin lembah itu dapat membentuk pusaran-pusaran angin pada area dan skala yang lebih kecil seperti yang terjadi di Kecamatan Selo Boyolali Minggu pagi,” katanya.
Editor : Umaya Khusniah
Artikel Terkait