Model musikalitas seperti ini semacam 'obat' atau sesuatu yang menyegarkan bagi orang-orang yang sibuk dengan kegiatan-kegiatan formal sehari-hari, karena ada semacam 'rasa' yang menjadi kekuatan pada aspek musikalitas karawitan Jawa.
"Rasa ini akan mendorong seseorang terpengaruh terhadap situasi kelembutan, ketenangan, kesabaran yang ditimbulkan dari sensasi musikal. Oleh sebab itu, 'rasa' merupakan hal yang sangat penting dalam pertunjukan karawitan, dan juga menjadi cara untuk menunjukkan keindahan karawitan itu sendiri," katanya.
Namun demikian, kata dia, di era pandemi Covid-19 seperti saat ini terjadi perubahan dalam dimensi waktu, ruang, media, dan ‘budaya’. Pandemi mendorong pada suatu fenomena baru yaitu 'menjaga jarak dan menghindari kerumunan'.
Oleh karena itu, lahir pertunjukan-pertunjukan virtual yang menjadi jalan bagi seniman untuk mempertunjukkan karyanya melalui berbagai media sosial sebagai media pertunjukan virtual. Perubahan ruang ini menjadi sebuah 'media pembatas' yang menjembatani seniman dengan penonton.
"Terjadi suatu proses transisi auditori dari suara murni gamelan, kemudian direkam, selanjutnya rekaman itu ditonton oleh penonton," katanya.
Namun secara alamiah, pertunjukan karawitan yang biasanya disajikan dalam kerangka model rasa Jawa gamelannya tentu akan mengalami kendala. Kendala itu didapati pada proses recording yang sesungguhnya menghilangkan otentisitas dari 'rasa' itu sendiri, tambahnya.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait