Salah seorang pengurus PMI DIY, Kardi mengatakan, dokumen keuangan yang hilang tersebut diduga dimusnahkan. Di mana dalam pemusnahannya sengaja dilakukan oleh pengurus lama yang digantikan oleh Heroe Poerwadi. Pemusnahannyapun dengan mengundang perusahaan spesialis barang bekas.
"Dokumen keuangannya tidak ada itu diduga sengaja dimusnahkan dengan cara dicacah kemudian dibuang entah di mana," ujarnya.
Ketua PMI DIY, Gusti Prabukusumo mengakui polemik di tubuh PMI Kota Jogja mulai mencuat ketika dirinya tidak bersedia menandatangani berita acara pergantian pengurus dari pengurus lama pengurus baru Heroe Poerwadi. Dia menganggap pelaksanaan rapat pembentukan pengurus tidak sesuai AD/ART PMI.
"Karena itu kemudian kami digugat. Namun kami menang karena dianggap sikap saya sudah sesuai AD/ART," katanya.
PN Sleman serta Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang menyatakan tergugat/terbanding (Ketum PMI DIY GBPH Prabukusumo) tidak melanggar aturan pembentukan kepengurusan PMI Kota Yogyakarta.
"Dulu saya dituding seolah dzolim dan egois karena tidak mengesahkan kepengurusan, namun saat ini sudah jelas, apa yang dikatakan pihak lain itu tidak benar. Justru penggugat yakni yang mengatasnamakan relawan PMI Kota Yogyakarta itu melanggar AD/ART," katanya.
Dia menandaskan kepengurusannua justru melaksanakan dan menaati UndangUndang PMI nomor 1 tahun 2018 dan AD/ART 2019-2024. Prosedur Muskot pada 2021 itu tidak sesuai, sudah diuji oleh Hakim PN Sleman dan Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Saat ini masih kasasi ke Mahkamah Agung.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait