KULONPROGO, iNews.id – Jalur jalan lintas selatan (JJLS) atau dikenal dengan Jalan Daendels di lokasi calon bandara di Kulonprogo telah ditutup sejak Senin (26/3/2018).
Penutupan dilakukan dengan memasang barier menggunakan papan besi. Arus lalu lintas dialihkan melalui jalur tengah Dalangan, Nagung, dan tembus di Brosot.
“Kita tutup dua titik di pertigaan Glaeng (Jangkaran) untuk sisi barat dan di perempatan Pasar Glagah untuk dari timur,” kata Kabid Lalulintas Dinas Perhubungan Kulonprogo, Hera Suwanta, Selasa (27/3/2018).
Penutupan JJLS ini setelah ada pengajuan dari PT Angkasa Pura. Jalur angkutan dialihkan melalui jalur tengah. Dari arah barat belok ke kiri melalui Pasar Glaeng dan tembus di Pankalan. Pengguna bisa terus ke timur melalui Dalangan menuju Nagung dan Brosot, atau menggunakan jalan nasional. Begitu juga dari arah timur, bagi pengendara jarak jauh disarankan untuk menggunakan jalur itu.
“Bagi masyarakat lokal tidak ada masalah. Mereka tetap bisa menggunakan jalur yang ada. kecuali di lokasi IPL (izin penetapan bandara) bandara benar-benar ditutup. Sedangkan di sekitar lokasi masih bisa memutar menggunakan beberapa jalan di sekitarnya. Di lokasi penutupan akan ditempatkan petugas selama 24 jam,” papar Hera.
Project Manager Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA), Sujiastono mengatakan pembayaran lahan bandara telah selesai. Semua pengadaan tuntas 100 persen dan proses pembayaran sudah diberikan. Bagi yang belum bersedia pindah akan dilakukan pendekatan persuasif. “Harapan kita, mereka (warga penolak bandara) bisa keluar dan pindah dengan baik-baik,” katanya.
Dengan penutupan jalan ini, proyek pembangunan fisik akan dilaksanakan secara paralel. Saat ini proses lelang tender pekerjaan sedang dilakukan. Harapannya pada April sudah ada pemenang dan pekerjaan bisa dilanjutkan. “Penutupan ini agar pembangunan fisik lebih cepat,” tandas Sujiastono.
Menurut Sujiastono, pembayaran terakhir dilakukan atas tanaman, bangunan dan sarana pendukung lingkungan (SPL) kepada warga eks Wahana Tri Tunggal (WTT) yang awalnya menolak bandara. Pembayaran dilakukan setelah ada diskresi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) nilainya sekitar Rp20 miliar untuk 99 bidang tanah.
Saat ini, kata dia, relokasi makam juga terus dilakukan oleh pemerintah desa. PT Angkasa Pura berharap makam yang ada segera direlokasi. Sebab jika nanti terlambat justru akan repot sendiri.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait