YOGYAKARTA, iNews.id- Kenapa Jogja Tidak Termasuk Jawa Tengah? Untuk diketahui Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berbatasan langsung dengan wilayah Jawa Tengah. Letaknya berada di selatan Jawa Tengah.
Secara geografis berada di Jawa bagian tengah, namun DIY tidak masuk dalam administrasi Provinsi Jawa Tengah. Ada sejarah panjang yang melatarbelakanginya.
Kenapa Jogja tidak termasuk Jawa Tengah ?
Untuk mengetahui kenapa kenapa Jogja tidak termasuk Jawa Tengah butuh penjelasan panjang. Berikut ulasan yang khusus disajikan untuk pembaca iNews.id.
1. Di masa penjajahan Belanda.
Secara khusus Belanda menetapkan Surakarta dan Yogyakarta sebagai daerah berpemerintahan asli atau Zelfbesturende landschappen. Kedudukannya diatur dengan kontrak politik. Ada empat kerajaan yang mendapatkan status tersebut. Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran Surakarta dan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.
Saat itu, Belanda membagi Jawa menjadi tiga provinsi. Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selanjutnya hingga 1905, Belanda membagi Jawa Tengah menjadi lima gewesten (wilayah) meliputi Semarang, Pati, Kedu, Banyumas, dan Pekalongan. Ini menjadi cikal bakal Karesidenan.
Surakarta dan Yogyakarta tidak masuk dalam wilayah Jawa Tengah karena merupakan daerah berpemerintah asli swapraja kerajaan atau vorstenland.
2. Di masa Pendudukan Jepang 1942-1945
Jepang tidak menerapkan kebijakan berbeda menyangkut penyelenggaraan pemerintahan di Jawa. Aturan yang diterapkan di era Belanda dipertahankan dan diberlakukan. Jawa tetap terdiri atas tiga provinsi di luar Surakarta dan Yogyakarta.
Kedudukan Surakarta dan Yogyakarta ditetapkan sebagai Kooti atau Koochi yang artinya Daerah Istimewa. Raja Surakarta ditetapkan sebagai Solo Koo (kepala Daerah Istimewa Surakarta) dan Jogja Koo (kepala Daerah Istimewa Yogyakarta).
3. Sidang BPUPKI dan PPKI 1945
Pembicaraan intensif mengenai pembagian daerah dalam Negara Republik Indonesia setelah dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dalam sidang BPUPKI pada 11 Juli 1945. Panitia diketuai Ir. Soekarno dengan anggota 18 orang. Duduk dalam panitia itu utusan-utusan dari Kooti dan Zelfbesturende landschappen di Jawa seperti KRT dr Radjiman Widyadiningrat, GPH Soerjohamidjojo, KRHA Sasradiningrat Mr. KRHT Wongsonegoro dan KRMTH Woerjaningrat. Mereka semua mewakili Kasunanan (Kooti Surakarta). Sedangkan dari Kasultanan (Kooti Yogyakarta) diwakili satu orang yakni BPH Poeroebojo.
Dalam rapat 11-13 Juli 1945 Panitia Perancang Undang-Undang Dasar membentuk Panitia Kecil yang diketuai Prof Dr Soepomo dengan anggota sebanyak enam orang yakni KRHT Wongsonegoro, R Panji Singgih, H. Agoes Salim, Mr Ahmad Subarjo, Mr AA. Maramis dan Dr Sukiman. Panitia Kecil berkewajiban merancang Undang-Undang Dasar dengan memperhatikan pendapat-pendapat yang telah diajukan pada Rapat Besar dan Rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar.
Rancangan Undang-Undang Dasar akhirnya dibawa dalam Rapat Besar BPUPKI pada 14 dan 15 Juli 1945. Soepomo berkesempatan memberikan penjelasan secara panjang lebar. Soepomo menjelaskan, daerah Indonesia dibagi atas daerah-daerah yang besar dan di dalam daerah besar ada lagi daerah-daerah yang kecil dengan mengingat dasar permusyawaratan.
Maksud dasar permusyawaratan itu tentang bentuk pemerintahan daerah harus berdasarkan permusyawaratan. Jadi ada juga Dewan Permusyawaratan Daerah. Lagi pula harus diingat hak asal usul dalam daerah-daerah bersifat istimewa.
Selanjutnya, dalam rapat PPKI pada 18 Agustus 1945 Soepomo kembali mendapatkan kesempatan menjelaskan secara keseluruhan maksud dari Rancangan Undang-Undang Dasar yang akan ditetapkan menjadi Undang-Undang Dasar.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait