Kedua, berita bahwa Kepala BPIP ingin dan akan mengganti salam keagamaan umat Islam dengan Salam Pancasila sama sekali tidak benar karena Kepala BPIP hanya mengusulkan perlunya salam kebangsaan yang bisa menjadi titik temu semua agama, serta bisa diterima masyarakat Indonesia.
Ketiga, ada beberapa alasan yang menjadikan Kepala BPIP mengusulkan perlunya salam kebangsaan 'Salam Pancasila' sebagai salam di ranah publik, di antaranya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum mengucapkan salam lintas agama dengan memakai redaksi enam agama.
"Kepala BPIP ingin agar di ranah publik ada salam yang bisa menjadi titik temu semua agama, serta bisa diterima masyarakat Indonesia. Usulan ini menjadi paripurna jika dilegitimasi dan dilegalisasi melalui ijmak Indonesia seperti yang dipahami Prof Yudian Wahyudi," katanya.
Sedangkan Dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Yogyakarta Munawar Ahmad mengatakan, bahwa sapaan 'Salam Pancasila' sebagai "greeting" dari agama yang plural, budaya yang plural, dan komunitas plural yang ada di Indonesia untuk mencapai ketahanan komunikatif berdasar teori Hebermas.
"Salam Pancasila sebagai Salam Kebangsaan ini perlu terus disosialisasikan karena menyerukan persatuan yang diperintahkan oleh Allah SWT," kata Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila yang juga Staf Ahli MPR RI Syaiful Arif.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait