Faqih menambahkan, aplikasi tersebut mereka gagas dan ciptakan bermula dari keprihatinan dirinya terhadap almarhum sang kakak yang memiliki keterbatasan gerak karena menderita duchenne muscular dystrophy (DMD). Selain juga dia alami karena Faqih juga sebagai penyandang disabilitas Tuna Daksa.
DMD sendiri adalah penyakit yang menyebabkan penderitanya mengalami penurunan fungsi otot, sehingga mengalami kelumpuhan kaki. Tentu saja jika ingin melakukan mobilitas menjadi sangat terkendali, terlebih jika berkunjung ke suatu tempat yang tidak memiliki fasilitas pendukung untuk kaum difabel.
"Inilah yang mendorong saya bisa menciptakan aplikasi yang bisa membantunya dan difabel lain, dalam mengakses infromasi layanan yang ramah disabilitas," ucapnya.
Tahun 2020 yang lalu, Faqih dan teman-temannya mulai menggagas mengembangkan aplikasi Accessive.id sejak 2020. Pengembangan dilakukan dengan pendanaan awal sekitar Rp250 juta, dari program 1.000 Startup Digital Kemenkominfo RI.
Sementara itu, Bima Indra mengungkap, sejauh ini data jumlah lokasi yang berhasil dikumpulkan oleh tim mereka ada 80 tempat. Keseluruhan berada di DIY berupa fasilitas publik, mulai dari hotel, kampus, tempat makan, hotel, stasiun, tempat ibadah dan tempat publik lainnya.
"Pengembangann aplikasi ini diharapkan juga bisa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bisa lebih peka terhadap kebutuhan penyandang disabilitas. Salah satunya dengan menyediakan fasilitas ramah disabilitas," ujarnya.
Aplikasi ini berhasil mewakili Indonesia untuk berkompetisi di ajang International Intellectual Property atau IPITEX di Bangkok, Thailand pada 1-7 Februari 2023.
Bangkok International IPITEX merupakan kegiatan pameran invensi sekaligus kompetisi. Event ini mempertemukan para inventor dan peneliti dari berbagai negara dunia, untuk memamerkan ide maupun produk baru kepada produsen, investor dan masyarakat luas.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait