Ilustrasi Kisah Bupati Madiun Kabur dari Jogja Tengah Malam Bergerak Lawan Belanda 

Dia berharap berkah sultan dan para leluhurnya yang merupakan raja-raja wirayuda. Dia juga berharap Sultan Hamengkubuwono II tidak mempunyai niat untuk mencelakakan dirinya.

Setelah memproklamasikan perlawanan terhadap pihak kolonial pada 20 November 1810, Raden Ronggo berangkat ke Madiun pada 21 November 1810 dini hari. Dia mengangkut 300 pasukan melewati Bengawan Solo dengan perahu tambang atau eretan saat bergerak dari Kartasura ke Masaran menuju Madiun pada 22 November 1810.

Sebagai Bupati Madiun, dia ajakan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial kepada semua golongan masyarakat bumiputra dan Timur Asing (Tionghoa) di mancanegara timur dan pesisir. Dia menikmati hubungan akrab dengan masyarakat Tionghoa di Mancanegara Timur dan pesisir utara, sebelum perlawanan pada November hingga Desember 1810 berkat kedudukannya sebagai kepala penguasa persewaan gerbang cukai jalan untuk sultan di wilayah Madiun. 

Raden Ronggo curiga pada ancaman yang ditimbulkan atas kepentingan perekonomian setempat, khususnya dalam perdagangan kayu, sebagai akibat dari kegiatan yang tidak pandang bulu para penebang kayu serta pengusaha Eropa. Dia menyatakan dirinya sendiri sebagai pengayom semua orang Jawa dan orang Tionghoa.

Orang Jawa dan Tionghoa yang diperlakukan secara sewenang-wenang oleh pemerintahan Belanda diajak bekerja sama, agar dapat memerangi pemerintah Belanda yang telah merugikan kesejahteraan dan kemakmuran Jawa. Seruan sang bupati wedana secara khusus ditujukan kepada komunitas Tionghoa yang makmur di pantai utara.

Dia mengharapkan dukungan untuk melakukan serangkaian serangan terhadap pasukan utama Belanda di antara daerah Rembang dan Surabaya.


Editor : Nani Suherni

Sebelumnya
Halaman :
1 2

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network