Rumahnya yang berada di pelosok Gunungkidul tak menghalanginya mengikuti laga Timnas Indonesia. Bahkan dia pernah rela naik kapal untuk menyaksikan laga Timnas di Balikpapan karena untuk membeli tiket pesawat masih mahal.
"Pokoknya di manapun Timnas berlaga, asal di Indonesia saya berusaha untuk hadir di stadion menyaksikan secara langsung," kata dia.
Untuk uang saku, dia awalnya memang tidak pernah mengalami kendala. Karena dia adalah pengusaha minimarket yang lumayan besar di rumahnya. Namun sejak Pandemi Covid-19, minimarketnya gulung tikar karena minimnya transaksi.
Kini kondisinya benar-benar terpuruk karena minimarketnya tak beroperasi lagi. Namun karena kecintaannya terhadap timnas Indonesia, maka dia berencana menjual genset yang dimilikinya untuk uang saku ke GUBK. Maksud tersebut lantas disampaikannya ke istri.
"Istri saya tidak menolaknya. Karena memang tahu kegilaan saya akan timnas," kata dia.
Hingga akhirnya ada rekannya yang berasal dari Klaten bersedia membayar jenset tersebut seharga Rp5 juta. Namun persoalan lain muncul, ternyata para pengurus masjid di depan rumahnya tidak rela genset tersebut jatuh ke tangan warga Klaten.
Para pengurus masjid menginginkan agar genset tersebut mereka beli karena di masa jaya, Katon selalu ringan tangan ketika harus membiayai kegiatan masjid. Salah satunya adalah secara rutin setiap bulan membayar biaya listrik yang harus dikeluarkan oleh masjid.
"Hingga akhirnya karena teman saya yang Klaten itu tidak enak, dia kirim jensetnya lagi dan takmir masjid kemudian mentransfer balik uang pembelian jenset tersebut,"katanya.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait