"Sanksi juga diberikan kepada Putro Dalem, Tejaningrat. Penyebabnya lantaran Tejaningrat suka dengan Roro Hoyi yang tak lain adalah sengkerane (pingitan) ayahnya atau Amangkurat I," terang tokoh masyarakat Tangkil, Sukimin beberapa waktu silam. Melihat suasana kerajaan yang tidak kondusif, Ki Onggowongso secara diam-diam memutuskan meninggalkan keraton yang berada di Pleret, Bantul.
Kepergian Ki Onggowongso ini diikuti oleh keluarganya dan pengikutnya. Mereka menuju kearah timur dan sampai di sebuah daerah yang banyak pohon bambu. Di tempat ini mereka kemudian mendirikan pemukiman. Ki Onggowongso membuat rumah di dekat sebuah sendang yang kemudian dikenal dengan Sendang Sinongko. Sebagai pemeluk agama Islam yang taat Ki Onggowongso juga membuat tempat untuk salat, yakni sebuah batu berbentuk empat persegi panjang.
“Batu ini hanya muat untuk dua orang. Warga di sini menyebutnya batu sajadah. Letaknya di dekat sendang. Mungkin sengaja agar dekat memgambil air wuudunya,” terang Sukimin. Kondisi Dusun Tangkil yang gersang dan hanya ditumbuhi banyak pohon bambu membuat Ki Onggowongso berpikir keras supaya bambu-bambu itu bisa menghasilkan.
Akhirnya Ki Onggowongso membuat berbagai anyaman bambu. Anyaman bambu ini kemudian dibawa ke kota, pusat kerjaaan di Pleret. “Dengan menyamar sebagai rakyat jelata, sespuh keraton ini menukarkan anyaman bambu hasil kreasinya dengan berbagai kebutuhan untuk memenuhi hidup,” katanya.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait