Keempat pusaka tersebut diarak menuju pemakaman Ki Ageng Damar Jati diikuti oleh puluhan warga Pengkol. Di makam pengikut Prabu Browijoyo Majapahit ini keempat pusaka tersebut dijamasi atau dibersihkan menggunakan ramuan jeruk nipis.
Usai dijamas, keempat pusaka tersebut dibawa kembali ke Rumah Budaya tempat bersemayam selama ini.
Rangkaian prosesi dilanjutkan dengan menguras gentong Kyai Sobo yang berada di halaman Rumah Budaya Pengkol. Para abdi dalem dari Kasultanan Kraton Ngayogyakarta mendekati Gentong Kyai Sobo. Ki Joko Narendropun memulai prosesi nguras Gentong Kyai Sobo.
Usai memanjatkan doa, air dari gayung pertama digunakan untuk membasuh tangan dan muka Ki Joko Narendro. Kemudian air dari gayung kedua dipakai membasuh tangan para abdi dalem lainnya. Diikuti masyarakat sekitar yang bermaksud ingin mengalap berkah dari air yang berada di dalam gentong.
Setelah semua masyarakat mendapat air dari gentong tersebut, sedikit demi sedikit gentong kembali diisi air dari tujuh curug, dan tujuh tempur sungai yang ada di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Ngadiman, salah seorang tetua adat Padukuhan Pengkol mengatakan, air tersebut sebenarnya tidak ada kesaktian apapun. Hanya saja, sebagian masyarakat masih menganggapnya sebagai sesuatu yang sakral dan suci sehingga memiliki khasiat menyembuhkan penyakit atau khasiat lainnya.
"Itu hanya juga sebagai sarana bagi yang percaya dapat dikabulkan cita-citanya. Air ini hanyalah sugesti atau perantara saja,"ujar dia.
Sejatinya, lanjut Ngadiman, yang mengabulkan harapan seseorang adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi masih ada masyarakat yang masih percaya dengan hal ini. Air dalam gentong tersebut berisi air dari lokasi yang memiliki keistimewaan.
Editor : Ainun Najib
Artikel Terkait