Tokoh Warga Temanggal yang juga mantan Kupati Kulonprogo Sutedjo mengatakan, pada era 1960an dulu wilayahnya terserang pandemi penyakit. Setiap hari ada orang yang sakit mendadak dan meninggal dunia. Bahkan ada satu rumah yang dalam satu hari kehilangan dua anggota keluarganya.
Sejak saat warga melakukan tirakatan, ronda keliling kampung dan tidak ada yang tidur sore. Semuanya berkeliling pedukuhan menjaga wilayahnya tetap aman. Kaum perempuan juga ikut dengan membawa lira (alat tenun) sambil bersholawat.
“Dulu setiap malam itu ada cahaya api yang misterius dari atas langit. Untuk mengusir warga menggelar doa dan sholawat,” kata Sutedjo.
Sejak itulah dilakukan doa bersama oleh seluruh warga, dan tokoh agama. Setiap habis panen dilakukan doa bersama di lokasi sendang yang hanya panen setahun sekali. Sendang inipun terus dilestarikan dan tidak pernah kering meski kemarau panjang.
“Sendang Tahunan ini kembar ada dua dan sejak dulu dipakai warga untuk mandi dan minum,” katanya.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait