Warga biasanya akan menjual kayu-kayu yang roboh ini. Barulah uang hasil penjualan dipakai untuk memenuhi kebutuhan. Warga tidak ada yang berani memanfaatkan. Jika pun ada harus dilakukan ritual atau ruwatan yang memiliki makna pembersihan.
"Jadi kalau mau digunakan harus diruwat atau dibersihkan terlebih dahulu. Tujuannya agar aura negatifnya hilang," ujar dia.
Warga juga mempercayai musibah ini karena warga selama dua tahun tidak melaksanakan tradisi bersih desa atau dikenal dengan Rasulan dengan pentas wayang kulit. Gelar wayang dipercaya sebagai upaya untuk menghindarkan masyarakat dari hal-hal yang negatif.
"Sejak pandemi kan kita tidak pernah menyelenggarakan rasulan dengan wayang. Makanya warga sini menganggap gara-gara itulah angin puting beliung melanda kawasan mereka," katanya.
Meskipun secara logika antara wayangan dengan bencana tidak ada kaitan, namun masyarakat sering menghubungkan kedua hal tersebut. Warga tahun ini berencana menggelar ritual bersih desa dengan pertunjukkan wayang kulit.
Editor : Kuntadi Kuntadi
Artikel Terkait