YOGYAKARTA, iNews.id- Pasar Beringharjo, kini menjadi destinasi yang tak terpisahkan dengan Malioboro. Pasar Beringharjo yang berada di sumbu filosofi DIY memang diciptakan sebagai pusat ekonomi masyarakat yang sesuai dengan struktur dari makna sumbu filosofi itu sendiri.
Usia pasar ini pun sebenarnya sepantaran dengan Keraton Yogyakarta. Jika Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat (Keraton Yogyakarta) mulai dibangun tahun 1755 sampai 1756, Pasar Beringharjo dibangun dua tahun kemudian yaitu tahun 1758.
Seperti diketahui, kawasan Keraton dan sekitarnya sebelumnya memang hutan dan perkampungan kecil. Keraton Yogyakarta awalnya hanyalah perkampungan kecil dengan sumber mata air utama yang tak pernah kering sehingga Sri Sultan Hamengku Buwono memilihnya sebagai lokasi pembangunan pusat pemerintahan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Meskipun kemudian Belanda juga mendirikan Benteng Vrederburg di tahun yang sama, Sultan kala itu menganggap keberadaan benteng tersebut bukan sebagai halangan untuk mengembangkan wilayahnya.
Sultan akhirnya mulai mendirikan Pasar Beringharjo di alas atau Hutan Beringin di belakang Benteng Vrederburg tersebut. Tujuannya tidak lain menjadikan pusat ekonomi warga Yogyakarta yang tak jauh dari Keraton Yogyakarta.
Sejarah Pasar Beringharjo
Dulu Pasar Beringharjo tak semegah sekarang ini. Karena hanya berupa lapak-lapak terbuka yang hanya buka beberapa jam saja. Namun berdirinya Pasar Beringharjo inilah yang membuat perekonomian warga mulai bergerak.
Dilansir dari berbagai sumber, ratusan tahun kemudian mulailah nampak perubahan dilakukan oleh Keraton Yogyakarta ini. Dan pada 24 Maret tahun 1925, Keraton Yogyakarta menugaskan Nederlansch Indisch Beton Maatschappij (Perusahaan Beton Hindia Belanda) untuk membangun los-los pasar.
Pada akhir Agustus 1925, 11 kios telah terselesaikan dan yang lainnya menyusul secara bertahap. Hingga akhirnya perlahan-lahan Pasar Beringharjo mulai berkembang mengikuti perubahan jaman seperti sekarang ini.
Nama Beringharjo adalah pemberian pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Saat itu Sri Sultan Hamengku Buwono VIII bertakhta pada tanggal 24 Maret 1925. Usai naik tahta Sultan ke VIII ini memang membuat kebijakan khusus untuk kedaulatan masyarakat DIY.
Kala itu, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memerintahkan agar semua instansi di bawah naungan Kesultanan Yogyakarta menggunakan Bahasa Jawa. Nama Beringharjo dipilih karena memiliki arti wilayah yang semula hutan beringin (bering) yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan (harjo).
Nama Beringharjo sendiri tidak bisa lepas dari cikal bakal lokasi pasar tersebut yaitu bekas hutan beringin. Seperti diketahui pohon beringin merupakan lambang kebesaran dan pengayoman bagi banyak orang.
Pasar Beringharjo memiliki nilai historis dan filosofis dengan Kraton Yogyakarta karena telah melewati tiga fase, yakni masa kerajaan, penjajahan, dan kemerdekaan. Di samping itu, Pembangunan Pasar Beringharjo merupakan salah satu bagian dari rancang bangun pola tata kota Kesultanan Yogyakarta yang disebut Catur Tunggal.
Pola tata kota ini mencakup empat hal yakni keraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai ruang publik, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat transaksi ekonomi.
Dan bangunan Pasar Beringharjo serta interior bangunan itu sebenarnya merupakan perpaduan antara arsitektur kolonial dan tradisional Jawa. Di mana secara umum, pasar ini terdiri dari dua bangunan yang terpisah yaitu bagian barat dan bagian timur.
Bangunan utama di bagian barat terdiri dari dua lantai, adapun bangunan yang kedua di bagian timur terdiri dari tiga lantai. Pintu masuk utama pasar ini terletak di bagian barat, tepat menghadap Jalan Malioboro. Pintu gerbang utama ini merupakan bangunan dengan ciri khas kolonial bertuliskan Pasar Beringharjo dengan aksara Latin dan aksara Jawa.
Pada sisi kanan dan kiri pintu utama terdapat dua buah ruangan berukuran 2,5 x 3,5 meter yang digunakan untuk kantor pengelola pasar. Pintu utama ini berhubungan langsung dengan jalan utama pasar yang dibangun lurus dari arah barat ke timur.
Lebar jalan utama di dalam pasar ini berkisar 2 meter dengan los-los terbuka di sisi kanan dan kiri. Di samping pintu utama, terdapat pula pintu-pintu lain di bagian utara, timur, selatan dengan ukuran lebih kecil dibandingkan pintu utama.
Penataan Pasar Beringharjo
Pasar Beringharjo pun sudah dikemas dengan tata kelola modern. Karena sudah terkelompok sesuai dengan komoditas yang diperdagangkan. Dari depan sebelah barat berurutan mulai Koleksi batik, di aneka rempah, aneka barang antik. Kemudian di lantai dua juga ada pakaian hingga buah.
Pasar Beringharjo memiliki berbagai jenis batik mulai batik kain maupun sudah jadi pakaian, bahan katun hingga sutra. Koleksi batik kain dijumpai di los pasar bagian barat sebelah utara. Sementara koleksi pakaian batik dijumpai hampir di seluruh pasar bagian barat.
Selain pakaian batik, los pasar bagian barat juga menawarkan baju surjan, blangkon, dan sarung tenun maupun batik. Selain itu juga dijumpai sandal dan tas di sekitar eskalator pasar bagian barat.
Sementara di lantai dua pasar bagian timur, merupakan pusat penjualan bahan dasar jamu Jawa dan rempah-rempah. Bahan jamu yang dijual misalnya kunyit yang biasa dipakai untuk membuat kunyit asam dan temulawak yang dipakai untuk membuat jamu sangat pahit.
Rempah-rempah yang ditawarkan antara lain jahe yang biasa diolah menjadi minuman ronde ataupun hanya dibakar, direbus dan dicampur ataupun hanya dibakar, direbus dan dicampur gula batu dan kayu dipakai untuk memperkaya citarasa minuman seperti wedang jahe, kopi, teh dan kadang digunakan sebagai pengganti bubuk coklat pada cappucino.
Pasar Beringharjo juga menjadi tempat yang tepat untuk berburu barang antik. pusat penjualan barang antik terdapat di lantai 3 pasar bagian timur. Di tempat itu, wisatawan bisa mendapati mesin ketik tua, helm buatan tahun 60-an yang bagian depannya memiliki mika sebatas hidung dan sebagainya.
Di lantai itu pula, wisatawan dapat memburu beberapa barang bekas berkualitas. Berbagai macam barang bekas impor seperti sepatu, tas, dan pakaian dijual dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga aslinya dengan kualitas yang masih baik.
Pasar Beringharjo menjual berbagai macam makanan tradisional. Di pelataran depan Pasar Beringharjo, wisatawan dapat mencicipi pecel urap yang disajikan dalam mangkuk dari daun pisang yang disebut pincuk. Pecel ini berisi berbagai macam sayuran seperti bayam, tauge, sawi dan bumbu kacang. Sedangkan pelengkapnya yakni tahu dan tempe bacem atau tempe gembus.
Mendut dan mega mendung di mana makanan ini berbahan ketan yang berbentuk bulat, berwarna merah dan hijau yang disiram dengan kuah santan. Makanan lain yakni mega mendhung, yaitu makanan kecil yang terbuat dari hunkue berwarna biru dan putih.
Legomoro adalah makanan yang terbuat dari beras ketan dan diisi daging yang dicacah. Kondisi ini hampir mirip dengan lemper yang dibungkus daun pisang dan dikukus. Nah itulah sejarah Pasar Beringharjo, menarik bukan ?
Editor : Ainun Najib
pasar beringharjo keraton yogyakarta yogyakarta malioboro Sejarah Pasar Beringharjo beringharjo pedagang pasar beringharjo
Artikel Terkait